Lewoleba,HRC- Sejumkah karyawan PT. Yosindo Jaya Raya dibantu ABK Kapal Gandha Nusantara sejak sepekan terakhir ini berpeluh keringat, bekerja extra untuk menyelamatkan “vloting store”.
Kegiatan ini dilakukan para karyawan perusahan solar industry B 30 yang dikomandani Eduardus Laba untuk menyelamatkan “vloting store” yang berisi 620 kl agar tidak karam ketika permukaan air laut surut besar, supaya kebutuhan solar industry untuk Kabupaten Lembata juga tidak ikut “Karam”.
“Vloting store” itu saat ini sedang “labuh tambat” di Pelabuhan Jober Lewoleba-Lembata untuk memasok solar industry ke dua dispeneser dan tendon yang berjarak sekitar 50 meter dari bibir pantai.
Ironisnya, pekerjaan “berat” itu dilakukan hanya dengan tenaga manual, juga dengan peralatan seadanya, seperti balok kayu, patahan bambu dan besi baja 5 dim 1, 5 meter.
Maklum saja, untuk wilayah operasional Lembata. Pihak PT. Yosindo Jaya Raya belum “mendroping” teknologi modern untuk bisa membantu mendorong “vloting store” bila surut besar. Karena itu untuk menghelanya sedikit ke dalam, para karyawan menggunakan balok kayu gamal berukuran 2, 3 sampai 4 meter. Ini yang disebut tak ada rotan, akar pun jadi.
Sebelum balok kayu dipasang melintang pada pelabuhan Jobber untuk menahan badan “vloting store”, para karyawan perusahan itu berdiri di atas vloting store dengan kedua tangan memegang bahu dermaga, kemudian pada hitungan ketiga mereka beramai-ramai mendorongnya.
Direktur Utama PT. Yosindo Jaya Raya Yos Meilano melalui Kepala Cabang Stanislaus Amunmaman kepada HRC belum lama ini mengatakan alternatif ini dilakukan agar tongkang atau penampung minyak tetap berada pada posisi terapung.
“Jika tidak, tongkang akan miring pada bagian samping utara karena bagian samping selatan berada di tempat kering dan karam. Jika posisi ini yang terjadi maka vloting store akan terbalik yang bisa membuat minyak solar bisa tumpah,” tegas Stanis.
Sejak berlabuh Agustus tahun lalu, kondisi yang tengah dialami itu menjadi langganan tetap setiap kali surut besar. Padahal, jika saja Pemda Lembata pada saat itu mau menerima tawaran PT. Yosindo Jaya Raya untuk membenahi wilayah pelabuhan dan melakukan pengerukan permukaan yang sudah dangkal maka kondisi ini bisa dihindari.
“Sebelum penandatanganan MOU, kami menawarkan untuk melakukan pembenahan dan pengerukan untuk bisa mendatangkan Solar B 30 dalam jumlah banyak. Tetapi Pemda Lembata tidak mau. Akibatnya, ya ini sudah akibatnya,” tegas Anis.
Bahkan, saat awal investasi, karyawan perusahan ini mendapatkan “cibiran” dari Pemda Lembata sebagai tukang cabut rumput dan tukang bersih-bersih.
“Memang harus lakukan itu, karena kondisi areal jobber waktu itu semak belukar. Dalam satu tahun kami melakukan pembersihan lokasi sekaligus menyiapkan bangunan untuk pelayanan pengisian solar industry,”lanjut Anis.
Anis mengharapkan agar Pemerintah Kabupaten Lembata bisa memperbaiki fasilitas dan memberikan ruang nafas untuk investasi bagi PT. Yosindo Jaya Raya, termasuk segera memperbaiki sumur tengki dan mengurus ijin migas agar tengki tersebut bisa dimanfaatkan.
Selama investasi, Anis mengakui, diantara sekian banyak perusahaan di tanah Lembata, perusahan yang sering memanfatkan solar industry B30 adalah PT. Lima Satu Merdeka milik Mikhael Tan, PT. Trans Lembata milik Benediktue Lelaona dan Anak Lembata Group (ALG), mereka membeli dengan harga Rp. 14.000/liter.
“Kami memberikan toleransi Rp. 14.000/liter biar solar B30 bisa segera dinikmati. Solar B 30 itu istilahnya kala beli tetapi menang pakai. Kalau solar itu dibeli dalam jumlah besar maka langsung mengisinya di voting store. Jika dalam jumlah kecil atau sedikit, kami layani melalui dispenser yang telah tersedia,”tegas Anis.
Untuk diketahui PT. Yosindo Jaya Raya membayar kepada Pemda Lembata Rp. 157.626.000/ tahun sebagai bentuk kerjasama yang diikat dalam kontrak kerja. (Sultan)***