LEWOLEBA— HRC. Begitu tiba di tanah Lembata, tim BPH Migas dan tim dari PT. Pertamina Persero, langsung terjun ke sejumlah lokasi, menyisir kota Lewoleba untuk memastikan fakta lapangan terkait isu kelangkaan BBM, antrian BBM, temasuk pelangsir BBM di Lembata.
Upaya ini dilakukan tim BPH Migas, demi memperoleh informasi factual untuk kemudian secara tim dapat mengambil sikap dan solusi alternative terkait BBM di Lembata.
Kehadiran tim BPH Migas dan tim PT. Pertamina Persero di kabupaten Lembata ini sebagai jawaban terhadap kehadiran penjabat Bupati Lembata Marsianus Jawad dan Ketua DPRD Lembata Petrus Gero yang beberapa pecan lalu mampir ke kantor BPH Migas untuk menyampaikan persoalan terkait kelangkaan BBM di kabupaten Lembata.
Komite BPH Migas melalui anggotanya Abdul Salim ketika menggelar konfrensi pers di ruang lobi kantor Bupati Lembata, mengatakan, keberadaan tim BPH Migas di Lembata selain untuk melakukan investigasi terkait kelangkaan BBM tetapi juga melihat dari dekat keberadaan SPBU.
“Kami sedang menyelidiki hal itu. Kami tidak serta-merta menerima laporan terus kita menetapkan salah dan benar. Kami ada bawa tim dari Kepolisian, ada PPN-PNS, kami ada gerilya di lapangan,” ujar Abdul Salim, Kamis (16/3/2023).
Ia menjelaskan, tim dari BPH Migas sebagiannnya telah menyebar ke lapangan untuk mengumpulkan bukti dan fakta untuk ditindaklanjuti jika terdapat pelanggaran. Bukti dan fakta itu terkait kemana aliran BBM, dari mana perolehan BBM termasuk berapa harga penjualannya.
Selain itu, persoalan antrian kendaraan pelangsir yang berlapis-lapis juga menjadi sorotan media. Media mempertanyakan pemberlakuan kendaraan pelangsir yang berlapis-lapis menjadi salah satu penyebab terjadinya kenaikan harga BBM di tingkat pengecer. Ada yang menjualnya dengan harga Rp. 20 ribu, bahkan ketika terjadi kelangkaan BBM harganya pun bisa menembus di angka Rp. 50 ribu.
Abdul Salim menghimbau agar masyarakat tidak boleh melangsir. Kedepannya menurut Abdul Salim mesti juga diterapkan sistem CCTV di SPBU untuk mencegah pelangsir.
Abdul mengakui terjadi indikasi permainan orang dalam terhadap carut-marutnya persoalan BBM di Lembata, itu terlihat dari perbedaan harga antara subsidi dengan non subsidi besar sekali.
Dia memberikan contoh, pada minyak solar non subsidi Rp. 16.000 per liter yang sangat berbeda dengan minyak solar bersubsidi yang dipatok dengan harga Rp. 6.800 perliter.
Pihaknya berjanji untuk menginvestigasi demi mengurangi benang khusus persoalan BBM ini..
Walaupun demikian, seandainya ditemukan pelaku dalam permainan minyak bersubsidi ini, akan dilakukan pembinaan terlebih dahulu kepada si pelaku. Karena subsidi ini harus tepat sasaran, tepat volumenya. (sabatani)