Lembata,HRC- Jika benar di Kabupaten Lembata pembayaran honor tenaga non ASN diambil dari nomenklatur belanja barang/jasa maka itu sangat bertentangan dengan Surat Edaran Menpan – RB Nomor : B / 1511/M. SM – 01 00 /2022. Dan jika saja kondisi ini tidak diurus secara baik maka peristiwa tahun 2014 dimana sejumlah tenaga non ASN tidak diakomodir dan diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil bakal terulang lagi di tahun 2022 ini. Kasihan …nasib tenaga non ASN
“Kondisi di tahun 2014 tidak boleh terulang lagi hanya karena pembayaran honor tenaga non ASN tidak sesuai dengan Surat Edaran Menpan. Saya minta pemerintah benar-benar melindungi dan memperjuangkan tenaga non ASN” demikian Wakil Rakyat G. Fransiskus Langobelen memberikan catatan.
Sebagai wakil rakyat, sang “vikaris” yang low profile ini secara tegas mengharapkan agar Pemerintah Kabupaten Lembata wajib menjadi benteng terakhir yang bisa memberikan perlindungan terhadap tenaga non ASN apapun alasannya termasuk honorarium yang selama ini dialokasikan dengan menggunakan nomen klatur pembayaran belanja barang/jasa.
“Dengan menggunakan nomenklatur pengadaan barang dan jasa untuk membayar honor tenaga non ASN, itu saja sudah sangat bertentangan dengan Surat Edaran Menpan RB Nomor : B / 1511/M. SM – 01 00 /2022 yang jelas-jelas mengatakan pembayaran gaji tenaga non – ASN bersifat langsung menggunakan APBN bagi yang bekerja di instansi pusat dan APBD bagi yang bekerja di instansi daerah,” tutur G. Fransiskus.
“Bagaimana dengan nasib tenaga non ASN di Kabupaten Lembata yang jelas-jelas dibayar melalui mekanisme pengadaan barang/jasa, baik bersifat individu maupun pihak ketiga,” tanya wakil rakyat, G. Fransiskus Langobelen.
Jika merujuk kepada Surat Edaran Menpan terkait honorarium bagi tenaga non ASN maka menurut Gewura tak satupun tenaga non ASN yang memenuhi syarat untuk dilakukan pendaftaran karena selama ini yang terjadi di kabupaten satu pulau ini honorarium tenaga non ASN menggunakan nomenklatur pengadaan barang dan jasa.
Selain honorarium, Ia juga meminta agar pemerintah serius memperhatikan syarat- syarat sesuai Surat Edaran Menpan – RB diantaranya, tenaga non ASN tersebut masih tercatat saat ini sebagai tenaga honorer kategori II ( HKT – II ), masih aktif atau tidak aktif lagi, masih hidup atau sudah meninggal, berstatus sebagai pegawai non – ASN yang bekerja pada instansi pemerintah.
Selain itu, ada juga beberapa persyaratan wajib lain bagi tenaga non ASN untuk mengikuti pendataan, diantaranya, tenaga non ASN itu paling rendah diangkat oleh pimpinan Unit kerja dan telah bekerja selama minimal satu tahun pada 31 Desember 2021, berusia minimal 20 tahun dan maksimal 56 tahun pada 31 Desember 2021.
Menurut G. Fransiskus, setelah memenuhi syarat dan didaftar sebagai tenaga non- ASN oleh instansi terkait melalui admin atau operator, para tenaga non- ASN itu dapat membuat akun pendaftaran tenaga non ASN, melakukan registrasi untuk memonitor, mengkonfirmasi dan melengkapi data dan riwayat kerja masing masing, memperhatikan baik-baik data data riwayat kerja yang telah dimasukan karena akan dilakukan finalisasi, dan tidak dapat diperbaiki data-data yang telah dimasukan.
Selanjutnya politisi PDI Perjuangan ini menyampaikan, para tenaga non-ASN bisa mencetak hasil resume berupa bukti pendataan dan instansi yang berkompeten wajib melakukan pemeriksaan terhadap data-data tersebut, sementara itu tertanggal 31 Oktober 2022 instansi wajib melakukan finalisasi pendataan tenaga non-ASN dan wajib menggugah Surat Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) sebagai hasil akhir pendataan tenaga Non -.ASN .
G. Fransiskus Langobelen termasuk sosok wakil rakyat yang memiliki kepedulian terhadap kondisi social termasuk juga nasib yang saat ini dialami tenaga non ASN Kabupaten Lembata. Kepeduliannya melakukan pengawasan bahkan secara ketat mengawasi proses pendataan tenaga non ASN sejak dini ini semata untuk memastikan agar pemerintah kabupaten Lembata tidak mengulangi lagi peristiwa masa silam yang pernah terjadi pada tahun 2014 dimana sejumlah tenaga non-ASN tidak terakomodir dan diangakat menjadi Pegawai Negeri Sipil.
“Sebagai wakil rakyat, saya mengingatkan agar pemerintah transparan, selektif, jujur dan tidak boleh ada rekayasa dalam mendata tenaga non – PNS dilingkup Pemerintah,”tegasnya.
Pemerintah Kabupaten Lembata menurut Wakil Ketua I DPRD Lembata ini wajib mencari solusi apabila kebijakan yang diambil selama ini terkait pengangkatan, pemberhentian sementara (dirumahkan) tenaga non ASN karena alasan kondisi keuangan APBD Lembata, sepanjang tidak bertentangan dengan aturan maka tenaga non ASN wajib dilindungi dan diselamatkan, termasuk syarat pembayaran honorarium terhadap non -ASN yang menggunakan nomen klatur pembayaran belanja barang/jasa, yang sangat sangat kontradiktif dengan Surat Edaran Menpan RB Nomor : B / 1511/M. SM – 01 00 /2022.
Hal ini menurut G. Fransiskus agar tidak terjadi lagi korban tenaga non ASN hanya karena kebijakan pemerintah yang salah ataupun keliru.
Belakangan ini seperti diketahui Deputih Bidang informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara ( BKN ) mengeluarkan “perintah” kepada seluruh admin atau operator instansi untuk melakukan pendataan terhadap tenaga non ASN yang memenuhi persyaratan pendaftaran, sebagaimana dimuat dalam surat Edaran Menpan RB. Nomor : B / 1511/M .SM – 01 00 /2022. Dan di Kabupaten Lembata pendaftaran tenaga non ASN itu telah dimulai sejak bulan Juli 2022 lalu. (Sultan).