MAUMERE,HRC- Kuasa hukum Lamis Mariani (21) yakni Yohanes D Tukan S.H, Alfonsus Hilarius Ase, SH.,M.Hum dan Maria Febriyanti Tukan, SH, meminta penyidik segera menuntaskan kasus penganiayaan yang menimpa kliennya yang dilakukan oleh Andi Wonosobo, beberapa waktu lalu.
Kepada wartawan, Yohanes menerangkan bahwa kasus penganiayaan tersebut terjadi pada 25 Juli 2023 lalu.
“Artinya perkara ini sudah 1 bulan 2 minggu,” ungkapnya.
Beliau menyampaikan, perkara ini telah dilaporkan. “Dan terkait perkara ini sudah diambil visum et repertum. Visumnya sudah diambil dan visum sekarang berada dalam penguasaan penyidik,” pungkasnya.
“Dan untuk melengkapi visum sebagai alat bukti otentik dalam perkara ini klien kami dengan pengacara yang sebelumnya telah diperiksa baik sebagai korban maupun saksi,” ujarnya menambahkan.
Yohanes menjelaskan bahwa ada 3 orang saksi yang diperiksa dan juga korban sendiri.
Kata Yohanes, setelah dia bersama pak Alfons dan teman temannya diberi kuasa oleh korban menjadi kuasa hukum, pihaknya melakukan tindakan hukum berupa penyerahan alat bukti.
Barang bukti yang diberikan berupa satu buah flash disk, satu buah gaun dan satu lembar foto.
“Barang bukti ini sudah kami serahkan tanggal 6, diterima langsung oleh Pak Roni Rama selaku penyidik,” tandasnya.
Adapun juga pihaknya meminta agar barang bukti yang diterima juga disertakan tanda bukti terima. “Supaya kami kantongi surat tanda bukti terima itu,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut atas inisiatif dari dia bersama teman-temannya. “Ini atas inisiatif kami untuk menyerahkan alat bukti, bukan dari polisi,” jelasnya.
Berkaitan dengan penyerahan barang bukti, Yohanes berujar, sebelummya sudah dikomunikasikan melalui telepon.
“Harusnya diserahkan hari sabtu namun karena berhubung klien kami sakit jadi kami serahkan hari senin. Hari senin sekitar jam 10 kami ke polsek,” ucapnya.
Saat di Polsek, dalam percakapan antara Pak Roni dan Pak alfons, penyidik polsek alok menyampaikan bahwa sesungguhnya hari rabu itu sudah ada agenda mediasi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
“Namun ternyata setelah kami kroscek dengan klien kami dan beberapa pihak lain, ternyata mereka memyampaikan bahwa mereka tidak pernah menentukan waktu hari rabu kemarin dan bersepakat untuk melakukan mediasi,” ungkap Yohanes mengklarifikasi.
“Sehingga kemarin, setelah menyerahkan barang bukti dan penyidik yakni Pak Roni menelepon kepada pelaku lalu dia bilang bahwa ini ada upaya mediasi. Namun saya langsung klarifikasi bahwa tidak ada mediasi,” jelas Yohanes.
Dan, menurut Yohanes, secara spontan penyidik menyampaikan bahwa hal tersebut atas perintah kapolres.
“Perintah kapolres untuk mediasi. Kalau mediasi tidak tercapai maka kapolres memerintahkan untuk dua duanya ditahan,” jelasnya menirukan penyampaian dari penyidik di Polsek Alok.
“Nah.. makanya Sebagai kuasa hukum kami merasa janggal,” kata Yohanes.
Yohanes lantas bertanya, apakah benar mediasi tersebut adalah kehendak para pihak ataukah perintah kapolres?
Ini menjadi dua versi yang berbeda. “Ada kejanggalan di sini. Jadi Ketika kami klarifikasi ternyata tidak benar bahwa adanya kesepakatan dengan klien kami untuk mediasi,” ujarnya.
“Dia menyampaikan bahwa ini perintah Kapolres. Jika tidak terjadi kesepakatan maka dua-duanya atas perintah kapolres untuk ditahan. Makanya kami merasa bahwa pernyataan atas perintah kapolres untuk ditahan itu prematur, kalau benar,” papar Yohanes di hadapan wartawan.
Menurut Yohanes, hal itu dinilai prematur karena proses penahanan harusnya dilakukan jika; yang pertama, minimal dua alat bukti. Yang kedua, status terlapor itu sudah ditingkatkan menjadi tersangka.
“Sementara proses dalam perkara ini masih dalam proses penyelidikan. Sehingga kalau itu pernyataan Kapolres sikka maka pernyataan itu prematur, belum saatnya. Belum saatnya orang ditahan,” tandasnya.
Lalu, menurutnya, dalam undang-undang itu, orang ditahan bukan berdasarkan perintah atasan melainkan harus memenuhi syarat minimal dua alat bukti.
“Dan ternyata dari bukti-bukti yang diajukan oleh klien kami dan melalui kuasanya juga, itu menurut hukum, menurut kami, sudah memenuhi minimal dua alat bukti. Karena yang pertama bukti otentik berupa, visum et repertum yang dikuasai oleh penyidik, yang kedua adalah saksi, berikut barang bukti, namun pada kenyataan sampai dengan saat ini terlapor itu belum ditahan dan belum ditetapkan sebagai tersangka, apalagi ditahan,” tandasnya.
Yohanes sangat menyayangkan bahwa, jeda waktu 1 bulan lebih itu hanya dimanfaatkan oleh polisi sekedar memanggil orang lalu memfasilitasi untuk berdamai. “Kita apresiasi itu tetapi kalau pernyataannya seolah olah klien saya mau berdamai, dan itu yang tidak benar, itu yang tidak bagus,” imbuhnya.
“Sehingga terkesan bahwa penyidik yang memaksakan untuk orang bisa berdamai. Perdamaian itu boleh saja dilakukan itu kehendak para pihak bukan dengan cara menyampaikan kepada kami berita yang tidak benar bahwa sudah ada kesepakatan damai. Itu menjadi alasan kenapa kami harus klarifikasi, tidak benar adanya upaya perdamaian adalah inisiatif dari kami itu tidak ada,” tambahnya.
Yohanes lantas memberi penegasan bahwa kalau memang benar ini perintah Kapolres, kenapa orang ini (terduga pelaku) belum ditetapkan sebagai tersangka, padahal sudah memenuhi minimal dua alat bukti. “Itu yang menjadi janggal,” terangnya.
Ia berharap, proses ini harus segera dan lebih cepat karena dalam kasus ini walaupun ancaman hukum dibawah lima tahun tetapi menjadi pasal pengecualian untuk orang dapat ditahan.
“Bisa saja menimbulkan tindak pidana baru. Bisa saja pelaku melarikan diri. Maka dalam perkara-perkara seperti ini semestinya tidak ada alasan untuk ditahan,” ujarnya.
“Kita berharap supaya sebagaimana janji penyidik minggu depan dia panggil kita dan panggil lagi kembali untuk diperiksa dalam proses penyidikan segera menetapkan dan menahan pelaku. Dalam waktu yang singkat. Mengapa karena hak hukum kami untuk men dapatkan kepastian hukum atas laporan yang telah diajukan kepada pihak penyidik,” tutupnya
Sementara itu, korban penganiayaan, Lamis Mariani (21) menceritakan bahwa kronologi kejadian tersebut berawal dari si terduga pelaku yang mengatai dirinya.
“Awal penyebabnya itu si pelaku mengatai saya dengan kata-kata, ko tu lesbi, ko tu lesbian tapi saya tidak menghiraukan, saya tidak menggubris itu,” ceritanya.
Menurut penuturan wanita yang akrab disapa Laras ini, terduga pelaku mengatai dirinya sambil menyebut “ko a**ing”.
“Ko tu biang kerok dari semua masalah dengan saudara (tidak sebut nama),” ungkapnya.
Dari situ, kata-kata yang dikeluarkan terduga pelaku menyinggung perasaannya. “Dan saya langsung berdiri terus memecahkan botol di meja. Terus si pelaku menjambak rambut saya, dibanting ke meja,” pungkasnya.
“Terus bapak manajer datang untuk melerai saya. Saya dari sana dilerai dibawa masuk terus diperjalanan, saya ada mengatai dia itu, ko anjing karena kesal dengan dia karena sudah menyinggung perasaan sekali,” tambahnya lagi.
Dalam perjalanan, pelaku mengikuti dirinya dan teman-temannya hinggamenghadang jalan yang mereka lalui untuk pulang.
“Terus di sanalah terjadilah kekerasan,” ungkapnya.
Kekerasan tersebut menurut Laras, pertama, terduga pelaku hendak mencengkeram laras.
“Terus tidak tau mau mencengkeram ke mulut kah, ke mukakah atau tubuh bagian depan terus respon menghindar dengan menendang dengan kaki kiri terus dia menendang balik, menendang dengan keras lalu menyertai dengan pukulan, kena bibir,” ujarnya.
Pelaku diketahui datang dalam keadaan mabuk saat kejadian tersebut.
Adapun Manajer Sasari, Leonardus Moa menceritakan bahwa biasanya para pelanggan saat masuk kafe akan memilih laedis untuk menemani mereka karaoke.
“Nah, etelah mereka masuk, mereka pilihlah laedis untuk temani mereka karaoke,” demikian katanya.
“Salah satu korban sama dinda. Dalam perjalanan si pelaku datang dengan temannya satu orang. Mereka datang mereka pesan tambah satu, lalu dalam perjalanan mereka nyanyi, menari habis itu sudah saatnya waktunya selesai mau pulang terjadi keributan di boks seperti kayak pertengkaran,” ujar Leonardus menceritakan awal mula kejadian tersebut.
Namun Leonardus mengatakan, dia tidak terlalu mendengar dengan jelas keributan tersebut.
“Memang saya juga tidak terlalu mendengar jelas itu seperti apa, saya langsung melerai memisahkan, saya membawa si Laras keluar dari tempat untuk bawa masuk ke Mes,” jelasnya.
Dalam perjalanan ke Sorum si pelaku mengikuti dari belakang dan menghadang di jalan.
“Nah di situlah terjadi aksi kekerasan dengan cara menendang dan memukul pada saat itu. Akhirnya, Laras sempat membalas tendangan dan sampai terakhir dia menjambak terus salah satu karyawan membawa pulang Laras ke situ,” jelas Leonardus.
“Habis itu mereka dengan beberapa karyawannya itu mulai pelan-pelan keluar dari tempat kejadian,” tambahnya.
Pasca kejadian dia bersama korban, malam itu juga langsung melaporkan kejadian itu. “Setelah itu kami langsung ke rumah sakit untuk ambil visum,” jelasnya.
Usai dari rumah sakit ia bersama yang lain bergerak menuju ke Polsek.
“Habis itu balik lagi ke Polsek sekitar pukul 4 lewat, namun harus jam 8 baru ada petugas jadi kami balik lagi. Habis itu sekitar Jam 8 kami datang memberikan keterangan,” tutupnya.