Maumere, HRC- Otoritas Pemerintah Kabupaten Sikka terutama Kepala UPT Puskesmas Rawat inap Feondari ,Jalan KaliWajo – Wololangga ,Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka belakangan ini dinilai mengangkangi komunikasi social dan tanggung jawab moril terhadap komitmen moral Psikologis bertajuk perjanjian kerjasama yang telah diteken di atas dua lembar meterai bernilai sepuluh ribu. Perjanjian Ditandatangani diatas meterai 10.000.(Dokumen Hak Rakyat/foto: Icha).
Dua lembar meterai bernilai sepuluh ribu yang direkat diatas surat pernyataan itu merupakan pengganti hilangnya surat hibah tanah yang terbit jaman Bupati Sosimus Mitang.
Selain itu, meterai itu juga bermakna sebagai pengikat yang berkisah tentang “suaka” atau solusi tawaran Kapus Ferdinandus Weu,s.Keb, bagi pemilik tanah agar membubuhkan tanda tangan diatas surat pernyataan dengan kompensasi diterima bekerja sebagai sopir ataupun cleaning servise. Dua tawaran kerja yang ditandatangani diatas dua buah meterai.
Tetapi apa yang terjadi, bagai pesan nenek kebayan, habis manis sepah dibuang, begitu pernyataan sudah dipegang, item-item pernyataannya pun dilanggar dan tak diepati.
Padahal, jika diingat kembali, pihak Dinas Kesehatan telah kehilangan bukti outentik berupa surat hibah tanah pemilik yang sangat dibutuhkan Puskesmas setempat sebagai syarat Akreditasi sehingga meminta lagi pemilik tanah untuk membuat surat pernyataan Hibah.
Tetapi inikah balasannya. Dua tawaran kerja yang ditandatangani diatas dua buah meterai itu pun dilanggar. Buntutnya, pihak yang dirugikan melakukan tindakan “separatis”
Bermula dari sakit hati, itulah pemicu utamanya keluarga Hendrikus Seto, warga RT. 012/ RW 8, Desa Wololei, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka akhirnya mengambil sikap memasang pagar menutup akses jalan masuk menuju UPT Puskesmas Rawat Inap Feondari.(Minggu 19/02/2023)
Semula Hendrikus Seto termasuk sosok yang sangat sabar, karena tawaran janji manis mendapatkan pekerjaan sebagai sopir ataupun celening servis, pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian khusus.
Tetapi kemudian kesabaran itu berubah menjadi kekecewaan dan sakit hati begitu melihat ada sopir lain yang duduk dibelakang setir mobil Puskesmas.
“Sikap saya jelas. Karena tidak sesuai dengan perjanjian, tidak ditepati dan tidak menghargakan kami, maka saya pagar jalan itu supaya bisa diselesaikan dengan baik sesuai perjanjian kami,” tegas Hendrikus Seto, 42 tahun.
Hendrikus Setto yang ditemui media ini dilokasi kejadian, Selasa, (21/02/2023) mengatakan, jika saja Kepala Puskesmas bijaksana tidak mungkin saya melakukan hal itu.
“Kami tidak minta apa-apa. Yang kami minta penuhi tuntutan kami sesuai perjanjian kerjasama dalam surat pernyataan itu,”tuturnya.
Selain kecewa dengan ketidakadilan Kapus, dirinya juga sangat kecewa dengan tindakan sepihak Kapus yang menerima orang lain untuk bekerja sebagai sopir, padahal tertulis secara jelas bahwa pihak pemilik tanahlah yang diberi ruang untuk bekerja baik sebagai sopir maupun cleaning servise.
“Para pemilik tanah itu telah mengajukan lamaran baik sebagai sopir maupun sebagai cleaning service. Untuk sopir, terdapat tiga pelamar, masing-masing berijasah SD,SMP dan SMA memiliki SIM dan pengalaman menjadi sopir.
Tetapi tak satupun diterima. Malah yang diterima orang lain. Itulah yang membuat pemilik tanah marah dan menutup jalan,” tegas Markus Melo, tokoh masyarakat setempat sekaligus saksi sejarah. Pemilik Lahan(Dokumen Hak Rakyat/Foto: Icha).
Sebagai tokoh setempat, Markus Melo sangat mendukung tindakan pemilik tanah menutup jalan masuk ke Puskesamas agar Kepala Puskesamas bisa merefleksikan kembali butir-butir pernyataannya, kesepakatan yang telah di buat secara sadar dan di saksikan ole 5 kepala Desa,Camat,dan Kapus.
“Dan satu-satunya tawaran adalah pihak pemilik tanah menandatangai surat pernyataan baru dengan kompensasi keluarga pemilik tanah direkrut sebagai sopir Ambulance ataupun Cleaning service. Tetapi Kapus kasih masuk orang lain. Belum lagi dalam urusan ini Kapus sepertinya menghindar,” tegas Melo.
Dirinya mengharapkan agar pihak-pihak yang “bertikai” itu harus bisa duduk bersama menemukan solusi agar tidak ada yang dikorbankan.
Kapus Fred ketika di mintai keterangan mengatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk mengangkat tenaga honorer apalagi di tahun 2023 ini Pemda Sikka tidak lagi menerima tenaga honorer.
“Saya hanya pekerja, kalau untuk urusan yang lain-lain itu bukan keputusan saya tetapi itu sudah keputusan dari dinas, apalagi Pemda Kabuaten Sikka tidak lagi menerima tenaga honorer untuk tahun 2023,”tegas Kapus
Sementara , Camat Mego memiilih pendekatan solutif berkordinasi dengan Kadis Kesehatan Kabupaten Sikka agar masalah “blokade” jalan itu bisa diselesaikan. (icha).