Lewoleba,HRC- Ia pantas merasa kecewa dengan direktur RSUD Larantuka yang berusaha “cuci tangan” dan melempar tanggung jawab kepada oknum bendahara secara personal dalam “kasus utang” dengan PT. Lima Satu sebagai pemasok oksigen sebesar kurang lebih Rp. 500 juta selama 5 bulan tahun 2021.
Direktur PT. Lima Satu Merdeka, Mikhael Tanudirejo tak habis pikir dengan sikap manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Larantuka melalui direkturnya yang menyuruhnya berurusan dengan bendahara karena pembayaran oksigen di bulan Agustus terindikasi telah habis dipakai bendahara, diperparah lagi dengan kondisi setelag Agustus, di mulai dari September sampai Desember 2021 uang yang “bernomerklatur” pembayaran oksigen itu sudah habis terpakai untuk biaya covid-19.
“Saya pernah disampaikan Direktur RSUD Larantuka, kalau uang yang digunakan membayar oksigen di bulan 8 tahun 2021 dipakai bendaharanya. Saya disuruh berurusan dengan bendahara. Memang ini utang pribadi. Inikan utang RSUD. Saya bekerjasama dengan RSUD bukan dengan oknum bendahara secara pribadi. Bahkan untuk bulan 9 sampai 12, uang itu dipakai untuk bayar biaya covid 19. Jadi uangnya tidak ada untuk dibayar ke kita,” jelas Tanudirejo.
Sikap manajemen inipun menurut pengusaha yang berdomisili di Wangatoa-Lewoleba-Lembata ini menunjukan ketidak professional dan tidak masuk akal, kurang bertanggung jawab dan terkesan “cuci tangan” dalam mengelola manajemen karena sesungguhnya yang memiliki utang padanya adalah pihak RSUD Hendrikus Fernandez Larantuka Kabupaten Flores Timur (Flotim) Nusa Tenggara Timur (NTT) secara lembaga bukan oknum bendahara secara personal.
Utang RSUD Hendrikus Fernandez Larantuka Kabupaten Flores Timur (Flotim) Nusa Tenggara Timur (NTT) itu cukup fantastic mencapai kepada pihak pemasok oksigen yakni PT. Lima Satu sebesar kurang lebih Rp. 500 juta selama 5 bulan pada tahun 2021 kemarin
Kekecewaan Mikhael Tanudirejo beralasan, bukan saja utang RSUD terhadapnya tahun sebelumnya, tetapi juga untuk tahun 2022 PT. Lima Satu hanyalah ban seref padahal pihaknya telah memberikan support secara total dalam bingkai social kemanusian demi keselamatan dengan memberikan tabung miliknya untuk dipakai pihak RSUD Larantuka.
“Untuk tahun 2022 saya hanya ban seref. Dipakai saat mesin di RSUD rusak. Puji Tuhan lancer, meski saya belum cek admin. Saya malas cek karena saat ditelepon tidak pernah direspon dan dianggap jadinya malas saya. Saya sampai bilang baru-baru ruang mesinnya rusak bisa diperbaiki dan ada uang, tapi kenapa saya tidak bisa dibayar,” keluhnya.
Direktur RSUD Hendrikus Fernandez Larantuka, Dr. Sanny saat dikonfirmasi Zona Line membantah kabar bahwa pembayaran yang belum dilakukan pihaknya dengan pemasok untuk tahun 2021 itu hanya empat bulan bukan lima bulan. Semua itu karena anggarannya habis terpakai untuk keperluan covid-19, sementara untuk tahun 2022 pembayarannya lancar begitu GU dicairkan. Terkait bendahara yang menyalahgunakan keuangan sehingga oksigen belum terbayar itu juga informasi tidak benar,” tutup Direktur RSUD Larantuka.
“ Saya akui bahwa pada tahun lalu (2021) itu hanya 4 bulan yang belum bayar, dari September sampai Desember bukan 5 bulan. Sebenarnya anggarannya cukup tetapi terkait dengan kasus Covid akhirnya menyedot banyak oksigen ke ruang isolasi sehingga anggaran tidak cukup sehingga tertunda pembayaran itu,” jelasnya. Tetapi anggaran tahun 2021 tidak akan hangus, diupayakan untuk dibayar di akhir tahun 2022 ini
“Tahun 2021 itu tidak hangus. Kami usahakan agar Desember 2022 ini dibayarkan,’tegasnya. (Rita/ag)