Leva Alep Lamalera Panggil Pulang, Vivick Tjangkung Jadi Lamafa

oleh -144 Dilihat

LEMBATA,HRC – Sudah menjadi sebuah tradisi Lamaholot. Garis tangan atau takdir hidup masyarakat Lamaholot yang kuat akan budaya dan tradisi, banyak ditentukan oleh alam dan para leluhur. bahwa ketika leluhur memanggil siapapun orangnya, entah itu pejabat ataupun rakyat jelata, kalau dikehendaki, Tuhan dan leluhur Lewotana, walaupun jauh di mata dan sesibuk apapun dia pasti kembali untuk Lewotana.

Adalah AKBP Dr. Josephien Vivick Tjangkung, S.Sos., M.Ikom, Kapolres Lembata, yang juga wanita pertama menjadi Kapolres di NTT yang mengalami peristiwa itu.

Wanita bergelar Doktor Ilmu Komunikasi, Pasca Sarjana Usahid Jakarta, yang lahir di Ende, 15 Maret 1971 (52 thn), dari orang tua berdarah blesteran Lamalera Manggarai, kini harus kembali untuk sebuah pengabdian Lewotana Lepanbatan, meninggalkan jejak sejarah lama sebagai Kabagbinopsnal Ditbinmas Polda Metro Jaya.

Sejak menjejakkan kakinya di atas tanah Lepanbatan, 15 April 2023 atau 8 hari tiba di Lewoleba, baru kali ini 23 April 2023, ia sempatkan diri menjejakkan kakinya di tanah leluhurnya Lamalera. Masyarakat Lamalera meyakini bahwa peristiwa Minggu pagi, 23 April 2023, di Desa nelayan Lamalera adalah sebuah kehendak dari leluhur. Bahwa saatnya Levo Alep Lamalera memanggil Vivick Tjangkung untuk pulang sujud syukur, mohon doa restu, meminta kekuatan dan dukungan para leluhur Kawa Bliwun dari Desa nelayan Lamalera, di ujung selatan pulau Lomblen, Provinsi NTT.

Sebagai anak tanah berdarah Lamalera, dari garis keturunan ibunya, Vivick Tjangkung ketika dari Lewoleba menggunakan speed boat dari satuan Pol Air Polres Lembata, ia bersama rombongan di jemput di Desa Tapobali menggunakan 3 buah Peledang, perahu khas Lamalera, menuju pantai Lamalera.

Vivick pun pindah dari speed boat ke Praso Sapang, peledang milik suku leluhurnya, Lelaona untuk melanjutkan perjalanan sisanya. Ia dikawal bagai ratu pantai Selatan oleh kedua peledang lain yakni Bakatene dan Holo Sapang.

Peledang itu sendiri merupakan perahu tradisional khas masyarakat nelayan Lamalera, yang dipakai oleh berbagai suku setempat saat berburu ikan paus di lautan Sawu.

Vivick ketika mau mendarat di bibir pantai kampung nelayan Lamalera, sebelum turun ke darat, peledang melakukan atraksi penangkapan ikan paus sebagai bentuk penghormatan kepada tamu, yang baru kembali ke tanah asal. Jejak raut wajah gembira dan terharu tampak menghiasi wajah ayu Vivick Tjangkung. Tak terlintas sedikitpun di benak dan pikirannya akan penyambutan yang begitu semarak heroik, oleh keluarga Lamalera.

Ia merasa dekat dan tersentuh akan penyambutan yang sungguh luar biasa. Vivick disambut warga setempat bagai seorang Srikandi yang pulang dari medan pertempuran. Di pintu masuk, Bavalofe Lamalera, ia diterima dengan sapaan adat dan suguhan siri pinang, tembakau koli khas Lamaholot. Ia pun kemudian direciki air berkat dan mendapat pengalungan kain adat khas Lamalera.

Setelah di Bevalofe, Vivick diarak menuju Klake Langu dengan tarian lie kenatap. di depan Klake Langu, lantunan syair adat pun kembali dikumandangkan dalam bahasa Lamalera; “Ina.. pana pai gave gere ia lango bele. Pi moe gereko pi lango bele, hode kniki fai moe nawe ma pimpin Levotana Lembata. (Ina, mari masuk rumah besar. Sekarang engko sudah masuk dan ambil bekal ini);” lantunan suara merdu Anton Asimu, sang pemandu acara.

Langkah tegap Vivick pun berderak pasti seirama alunan suara memasuki rumah besar Klake Langu. Kepadanya diserahkan atribut kebanggaan dan keperkasaan seorang Lamafa (juru tikam), berupa tali dan tempuling, yang telah diikat pada sebuah bambu.

Dengan bangga, Vivick menerima itu dan menghujamkan tempuling di atas tanah leluhur sebagai simbol bahwa ia telah menerima energi baru dari levo dan leluhurnya. Peristiwa ini juga merupakan sebuah jimat baru bagi kiprahnya sebagai seorang Lamafa di Lefageak, sebagai Kapolres Lembata. Atribut sakral itu akan terus menemani Vivick selama mengabdi di bumi ikan paus, Lepanbatan dan akan dibawah ke manapun ia ditugaskan.

Terlihat, tuan tanah, Lika Telo, pemerintah desa Lamalera A dan B, Pastor Paroki St. Petrus dan Paulus Lamalera, serta masyarakat Levo Lamalera setia menanti kedatangan anak tanah darah Lamalera Manggarai dan mengikuti rangkaian acara penyambutan.

Selanjutnya Vivick Tjangkung, orang nomor satu di jajaran Polres Lembata ini diarak ke rumah besar atau Lango Bele suku Lelaona di Dusun Fung, Lamalera A. Di rumah suku leluhurnya, ia mengikuti ritual dan diterima sebagai anak suku Lelaona.

Seluruh anggota marga Lelaona menanti dan menerima kedatangannya dengan sukacita. Lantunan adat pun dilakukan di pintu masuk rumah besar Lelaona oleh kepala suku. Semua larut dalam keharuan, ketika langkah pasti Vivick Tjangkung memasuki rumah besar leluhurnya.

Ada tangis bahagia dan senyum ceria menghiasi pertemuan berahmat ini, yang oleh Pastor Paroki Lamalera, Romo Noldy Koten, disebut sebagai Rencana Tuhan; “Tuhan ingin menulis lurus pada jalan kehidupan manusia yang bengkok”.

Vivick sendiri adalah putri keenam dari pasangan Aloysius Tjangkoeng dan Monika Dien Lelaona, cucu Bapa Yohanes Asa Lelaona. Ia di boyong ke Dili, Timor Leste oleh kedua orang tuanya dan masuk polisi setelah menamatkan pendidikan SMA-nya di sana. Ia bergabung di kesatuan Polisi yang membidangi kasus narkotika.

Selesai dari ritual adat masuk Lango Bele, Kapolres AKBP Vivick Tjangkung dan rombongan beserta umat Lamalera mengikuti perayaan Ekaristi di Gereja St. Petrus dan Paulus Lamalera, yang dipimpin oleh Pastor Paroki, Romo Noldy Koten.

Ketika ia didaulat untuk menyapa sanak keluarganya di penghujung misa, Vivick Tjangkung berkisah, bahwa “Sejarah nenek moyang dan tentang leluhur dalam perjalanan awal karier saya sebagai seorang Polwan di bagian Reserse, Polda Metro Jaya, saya dituntut mengemban tugas penyamaran di bidang Narkotika. Saya ketika itu tidak takut. Tapi setelah membongkar kasus-kasus besar, saya baru sadar, baru merasakan arti dari sebuah nyawa. Ternyata nyawa saya diujung tanduk. Setelah tiba di Lembata inilah, saya dapat cerita bahwa opa saya, ayah dari mama, adalah seorang Lamafa (juru tikam paus) dan juga pendiri SMPK APPIS,” cerita Vivick yang sejak usia 8 tahun sudah diboyong sang ayah ke Dili, Timor Leste.

Putri keenam dari pasangan Aloysius Tjangkung dan Monika Dintje Lelaona ini melanjutkan, “Saat saya masuk duduk di peledang Praso Sapang (saat penjemputan), terasa sekali bahwa saya lahir dari darah, dari kekuatan dan keberanian leluhur Lamalera”.

Karena itu, menurut Vivick, sebagai Kapolres baru di Lembata dengan banyak masalah, maka dia butuh kekuatan dan keberanian untuk bisa menyelesaikan kasus-kasus yang ada di Lembata.

“Saya yakin dan percaya setelah kembali dari Lamalera, arwah leluhur melekat di dalam diri saya, untuk berani berjuang menegakan kebenaran dan keadilan bagi masyarakat. Untuk itu saya mohon dukungan kuat lewat doa dari Lamalera A dan B agar saya bisa menuntaskan tugas saya dengan mengharumkan nama asal saya dari Lamalera,” tegas Perwira Menengah Polisi ini, lalu disambut gemuruh tepuk tangan umat.

Cerita Lamalera itu sendiri seakan tak pernah habisnya. Orang akan digiring ke sebuah pemahaman yang sama bahwa kampung nelayan ini berada di ujung selatan pulau Lomblen, Provinsi NTT. Kampung yang dari dulu sudah dikenal karena kekhasan tradisi penangkapan ikan paus secara tradisional. Dari kampung batu cadas dan dipagari deburan ombak pantai Selatan, kampung nelayan ini telah melahirkan begitu banyak sosok pemimpin di palagan politik tanah air, dunia pendidikan, birokrasi pemerintahan dan keamanan, abdi negara.

Adalah Vivick Tjangkung, Kapolres wanita pertama di NTT, menjadi bukti kentalnya darah Lamafa mengalir di nadinya dari perpaduan antara Manggarai dan Lamalera. Ia hadir melapor diri di tanah leluhurnya Lamalera, setelah 8 hari tiba di tanah Lepanbatan. Kehadiran Vivick di bumi “Levo Alep Lamalera” merupakan bukti pengakuan akan garis keturunannya yang tak lepas dari figur seorang keturunan Lamafa.

Dijelaskan bahwa, Levo Alep adalah masyarakat adat Lamalera yang aktivitasnya di laut secara tradisional dan merupakan warisan leluhur yang sangat sakral.

Begitupun sosok Peneta Alep yakni para perempuan yang berjuang dari satu desa ke desa lain menjual hasil tangkapan guna memperoleh sesen dua sen atau ditukar secara barter untuk kehidupan ekonomi keluarga.

Lamafa atau juru tikam adalah sosok manusia yang begitu dihormati karena keberaniannya. Dari tangannya lah nasib ribu ratu, para janda, fakir miskin dan anak yatim dipertaruhkan.

Karena itu, Lamafa diibaratkan sebagai seorang panglima perang dengan berbekal seutas tali dan tempuling, ia siap beraksi dari atas Peledang. Walaupun taruhan nyawa, sang Lamafa tetap berjuang, demi orang-orang yang dikasihinya, yang lagi menunggu di bibir pantai. Menunggu hasil dari kepulangan sang Lamafa.

Begitulah sekelumit kisah dari perjalanan panjang Vivick Tjangkung menapaki kakinya di bumi para leluhur, yang juga masyarakat kampung nelayan Lamalera yang terus berjuang menghadang ganasnya gelombang laut Sawu, di pesisir Selatan pulau Lomblen. (bb)

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

No More Posts Available.

No more pages to load.