Lewoleba,HRC- Reses masa sidang II tahun sidang 2022 yang penuh warna dan penuh dinamika ini setidaknya mengangkat fenomena social yang ditengarai hadir dan ada di tengah kehidupan warga “grasrood”, dimulai dari kehabisan stok obat di Polindes Kelurahan Lewoleba Barat, pembagian bibit babi yang tidak akomodatif, terkatungnya normalisasi DAS Waikomo dari satu lurah ke lurah yang lain, ancama pihak Kelurahan Lewoleba Barat untuk tidak membayar intensif aparatur pemerintah tingkat bawah akibat tidak disetornya pajak sampah, sampai mandeknya pelayanan pengaduan di Polsek Nubatukan. Benar berwarna dan penuh dinamika.
Ketua RT 09, Yasinta Dai Langoday, satu dari sekian perempuan Waikomo, memiliki insting dan naluri sosial solider terhadap kehidupan sosial, termasuk mengkritisi ketimpangan sosial yang belakangan marak di bumi Lembata. Dengan insting dan naluri sosial yang dImilikinya, perempuan berkarakter ini menyoroti fenomena sosial dibidang kesehatan yang tengah dialami Polindes Lewoleba Barat dan juga kondisi pelayanan pengaduan warga,yang dialaminya ketika mendatangi Polsek Nubatukan beberapa waktu lalu.
Yasinta Langodai, mengemukakan penyesalannya baik terhadap Polindes Lewoleba Barat maupun Polsek Nubatukan, dua isntansi yang sama-sama mengurus masyarakat.
“Bagaimana mungkin Polindes tidak menyediakan obat, sementara pasien terus berdatangan. Kondisi ini jika tidak ditangani serius berakibat buruk bagi pasien,” tegas Yasinta.
Terhadap pelayanan kesehatan, pihaknya memberikan “pil pahit” kepada Pemerintah Kabupaten Lembata terutama Dinas Kesehatan Lembata yang tidak menyediakan stok obat saat warga membutuhkan agar pihak Polindes Lewoleba Barat tidak lagi beralasan bahwa stok obat di Puskesmas Lewoleba lagi kosong.
Yasinta Dai juga menyoroti pelayanan public pihak Polsek Nubatukan. Baginya, ketiadaan sarana pendukung seperti komputer, kertas dan tinta jangan dijadikan alasan untuk tidak mengakomodir pengaudan warga.
“Saya mengalaminya ketika membuat pengaduan ke Polsek Nubatukan. Hanya karena sarana pendukung seperti komputer, kertas dan tinta tidak ada, pengaduan kami tidak dilayani,” tutur Yasinta Langoday.
Dia juga mengeluh soal keberadaan guru di SMIP Sanctus yang jumlahnya sangat minim. Dia berharap agar kedepanya Pemerintah Provindi NTT secara bijak menempatkan guru baik PNS maupun kontrak di SMIP Sanctus Lewolwb Lembata.
Dinamika reses terus berlangsung. Dari persoalan tengah dialami di Polindes ewoleba Barat sampai kondisi pelayanan di Polsek Nubatukan, warga Waikomo juga menyoroti kondisi infrastrktur jalan. Sejak berotonomi bertahun silam, kondisi infrastrkutur jalan di Waikomo tak lebih dari kubangan lumpur bila hujan datang. Inilah yang membuat Yoseph Eko Tolok mengharapkan agar Pemerintah Kabupaten Lembata serius memperhatikan jalur jalan menuju pasar Pada termasuk juga pembukaan lorong ke TKK ST. Dominika .
Sabina Vince Watun memberikan catatan menarik terkait penerimaan PNS yang tidak mengakomodir formasi tes baik guru maupun PNS yang berlatar belakang pendidikan pariwisata. Padahal disisi lain Pemerintah Kabupaten Lembata dewasa ini gencar melakukan membangun dan mempromosikan pariwisata dan juga menjadikan pariwisata sebagai salah satu leading sektor pembangunan.
“Kondisi ini sangat kontradiktif. Banyak guru barlatar -belakang pariwisata terpaksa mengikuti tes di kabupaten lain karena tidak tersedia formasi di Lembata. Kan Lembata rugi, begitu lulus, mereka tidak kembali ke Lembata,” kata Vince Watun.
Terkait pemerataan bantuan ternak babi. Aloisius Mas Toni Watun menilai pemerintah masih “tebang pilih”, perlakuan pemerintah belum merata. Bayangkan bantuan ternak babi untuk warga masih diperuntukan bagi orang tertentu saja, sementara sebagian dari warga yang telah mengusulkannya melalui proposal belum juga mendapatkan sentuhan dari Pemerintah Kabupaten Lembata.
Menurutnya ternak babi ini sangat membantu pemulihan ekonomi masyarakat pasca flu babi maupun Covid-19.
Waikomo juga terkenal dengan area persawahan yang terancam hanyut lantaran letaknya di bantaran sungai jika tidak dilakukan normalisasi DAS Waikomo nampak. Karena itu melalui forum reses, Bernadus Tobi Atun mendesak Pemerintah Kabupaten Lembata agar bisa melakukan normalisasi DAS Waikomo.
“Kami sudah melakukan permintaan rekomendasi untuk kegiatan normalisasi sejak dulu, dari satu lurah ke lurah yang lain tetapi tidak pernah dilayani,” tutur Toni Atun.
Reses masa sidang II tahun sidang 2022 ini dilakukan Wakil Ketua DPRD Lembata, Gewura Fransiskus Langobelen berlangsung di antara protes, kritik dan diwarnai berbagai keluhan masyarakat.
Reses ini di gelar di kediaman Aloisius Mas Watun, Waikomo, Kelurahan Lewoleba Barat, Kecamatan Nubatukan, Selasa, (26/07/22).
Kapolsek Nubatukan
Erlan Yayat ketika dikonfirmasi melalui WhatsApp belum memberikan jawaban sampai berita ini diturunkan.
“Selamat siang Pak Kapolsek. Ijin Konfirmasi berita terkait keluhan warga Waikomo terhadap layanan pengaduan publik yang tidak bisa dilakukan atau mandek hanya karena ketiadaan komputer, kertas dan tinta. keluhan warga ini disampaikan kepada wakil ketua dprd kabupaten Lembata Gewura Fransiskus Langobelen tadi malam dalam kegiatan reses. menurut Pak Kapolsek,keluhan ini benar atau tidak, yang sebenarnya seperti apa,” Hak Rakyat.
Wakil Ketua DPRD Lembata, Gewura Fransiskus Langobelen mengakomidir seluruh usul, saran, kritik dan masukan untuk kemudian diformulasikan dengan kebijakan politis yang bakal disampaikannya kepada pemerintah juga pihak Polres Lembata pada kesempatan pertama terutama yang berkaitan dengan ketersediaan stok obat dan pelayanan pengaduan di Polsek Nubatukan. (Sultan)***