Dendang ‘Dendeng’ SPAM Kali Dendeng

oleh -45 Dilihat

Kupang,HRC- Sistem Penyediaan Air Minum ( SPAM) Kali Dendeng terus berdendang dengan seribu nada. Dimulai dari proses penyerahan lahan yang disinyalir dilakukan secara sepihak oleh Max Bunganawa, cucu dari Marten Bunganawa sang pemilik tanah sampai kepada persoalan sertifikat tanah yang belum terbit oleh Kantor ATR/BPN Kota Kupang yang membuat Marten Bunganawa bersama keluarga besar Bunganawa ‘terkatung-katung’ menunggu-nunggu, kapan pembayaran ganti untung dilakukan Pemda Kota Kupang.

Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum [SPAM] Kali Dendeng diproyeksikan sebagai solusi alternatif mengatasi kesulitan air minum bersih di Kota Kupang. Ironisnya, pemerintah Kota Kupang belum melakukan ganti untung menyusul sertifikat tanah yang masih terkatung-katung, belum jelas dan juga belum dibuat. Padahal, diatas tanah milik Marthen Bunganawa telah dibangun beberapa unit sumur bor, dengan kelengkapan bak penampungan untuk strelisasi sebelum didistribusikan bagi warga.
Sekedar diketahui, air bersih di Kota Kupang adalah masalah yang sangat pelik dari tahun ke tahun di setiap periode kepemimpinan Wali Kota termasuk periode kepemimpinan Jeriko sebagai Wali Kota dan Hermanus Man Wakil Wali Kota.
Marthen Bunganawa menuturkan, dari SPAM Kali Dendeng terdapat lagi dua titik penampungan masing-masing di Kelurahan Kuanino dan penampungan di Kelurahan Fontein.
Tetapi menurutnya, SPAM di Kelurahan Fontein menyisakan masalah lahan sekitar lima ribuan meter persegi dan saat ini dipersoalkan ahli Perumahan Rakyat Kota Kupang.
Kepala Kantor Perumahan Rakyat Kota Kupang, Daud Nafi ketika beraduidens dengan Marten Bunganawa, menyampaikan terima kasih kepada keluarga Bunganawa yang sudah memberikan tanahnya untuk di bangun SPAM Kali Dendeng.
‘Sayangnya ganti untungnya belum bisa kami laksanakan. Kita minta agar keluarga Bunganawa menyelesaikan sertifikatnya dulu. Begitu selesai, paling seminggu atau dua minggu sudah dibayar.” janji Daud.

Pernyataan Kadis Perumahan Daud Nafi merupakan sabda yang terus dipegang pemilik tanah Marten Bunganawa yang kemudian mempercayakan seluruh urusan sertifikat kepada Max Bunganawa. Namun sejauh ini Marten
‘Namun urusan sertifikat ini pun tidak ada informasi. Sepertinya hilang kabar. Saya mempertanyakan bagaimana sikap Pemerintah Kota Kupang termasuk etiket baiknya terhadap lahan yang sudah dibangun SPAM itu,’tutur Marten bertanya..

Marten juga berharap agar kepercayaan yang diberikan kepada Max Buganawa untuk membangun komunikasi dengan pihak Dinas Perumahan Kota Kupang tidak disia-siakan.

‘Saya berharap agar Max keponakan saya dalam urusan ini, negosiasi dan sebagainya harus juga berkomunikasi dan berunding dengan kami keluarga besar, tidak boleh sendirian. Kepada pemerintah, saya berharap bisa ambil jalan keluar masalah sertifikat, dan segera dibayar, ganti untung tanah kami. Supaya keluarga saya jangan gelisah karena menunggu. Tahun ini harus segera dibayar. Karena, tahun depan, tahun depan lagi, nanti ada perubahan anggaran,” ucap Marten Bunganawa via telpon.

Benyamin Lawa, salah seorang cucu keluarga Bunganawa mengingatkan agar Max Bunganawa menyadari posisinya dalam kedudukan hukum soal warisan, karena cucu bukan pemilik, jika turunan yang lebih berhak dalam arti status anak masih ada, cucu dalam hukum perdata atas warisan tanah berkapasitas sebagai tolak waris.

“Max Bunganawa itu hanya cucu, sama seperti saya posisi kami. Dalam hukum tentang warisan yang menjadi ahli waris adalah anak, apalagi anak itu masih hidup. Status sebagai cucu dalam hal ini disebut Tolak Waris. Jadi kami sama-sama cucu kedudukan sebagai tolak waris. Untuk itu bila diberikan kepercayaan dari ahli waris untuk urusan tanah ini dia harus terbuka, komunikasi dengan ahli waris dan keluarga besar,” ujar Benyamin Lawa.

Tanggapan dan Harapan Max Bunganawa

“Pertama-tama saya mohon maaf kepada keluarga besar pada masalah lahan ini pembangunan Spam ini. Maaf saya bersalah karena mengambil tindakan sendiri berpikir untuk kepentingan yang lebih besar untuk masyarakat Kota Kupang tanpa komunikasi terdahulu dengan keluarga. Saya ambil inisiatif ini setelah melihat pemerintah ingin mau membangun SPAM tersebut setelah urusan sudah terjadi baru keluarga tahu,” ungkapnya.

Max Bunganawa sebagai seorang ASN dan juga cucu dari Marthen Bunganawa bersikap demikian karena hanya mau membantu Pemerintah Kota Kupang yang hendak membangun proyek air minum tetapi menghadapi berbagai kendala, terkhusus relokasi lahan yang semula ada dua titik di Manutapen soal harga, dan salah satu titiknya disekitar Fontein di mana tanah itu bermasalah di antara keluarga, maka Ia menawarkan ke lokasi keluarganya sekarang ada SPAM itu.

“Saya itu terpanggil secara nurani mau membantu pemerintah Kota Kupang, karena di tahun 2020 pemerintah mau membangun tetapi terkendala lahan, yang sebenarnya di Kelurahan Manutapen tapi terlalu karena terlalu mahal, maka pemerintah tidak sanggup bayar. Lalu ada salah satu lokasi dekat jembatan gantung di Fontein tapi bermasalah dengan keluarga. Sehingga, saya menawarkan tempat itu, dan setelah dikaji, layak untuk bangun SPAM, maka saya membuat surat pelepasan hak atas nama keluarga besar Bunganawa agar dibangun SPAM demi warga Kota Kupang,” ucap Max di ruang kerjanya, di Kantor Pelayanan Satu Pintu Kota Kupang, Senin, (28/11/2022).
Max Bunganawa memberikan klarifikasi tentang luas lahan yang dikatakan keluarga diserahkan semua dari dua ribu lebih meter persegi menjadi lima ribu lebih, itu tidak benar.

“Ketika mau bangun SPAM, sebelumnya tanah itu di ukur semua sehingga totalnya 5.699 meter persegi. Bangunan hanya dua ribu lebih, sisa tanah itu masih menjadi milik keluarga besar saya. Jadi tidak ada penyerahan semua. Itu diukur untuk memudahkan proses pembuatan sertifikat supaya sekalian, lalu akan dipecahkan menjadi dua bagian masing-masing SPAM Kali Dendeng milik Pemerintahan Kota Kupang dan sebagian atau sisa tanah berukuran tiga ribuan itu masih milik ahli waris keluarga Bunganawa,” ungkapnya.

Menurut Max Bunganawa, urusan tanah ini belum klir benar, karena masalah ganti untung dari Pemerintahan Kota Kupang sampai dengan saat ini.
Pemerintah Kota Kupang, kata Max Bunganawa, belum berani membayar ganti untung atas tanah itu jika sertifikatnya belum ada.
Max mengatakan, urusan sertifikat membutuhkan biaya pajak, BPHTB sekitar puluhan juta rupiah. Pihaknya sudah berupaya sejak dua atau tiga minggu dalam bulan ini dan lagi menunggu dari pihak kantor ATR/BPN Kota Kupang.

“Untuk pembayaran pemerintah butuh sertifikat dan urusan sertifikat juga butuh uang sangat besar, keluarga memang belum punya uang sebesar itu. Saya berupaya agar ada solusi sampai ke BPN Kota Kupang agar sertifikat bisa diterbitkan nanti baru diselesaikan pajaknya. Tetapi itu menjadi kendala, karena proses sertifikat sekarang di BPN menggunakan aplikasi sehingga tuntutan sistem yang harus diselesaikan biaya pajak baru terkoneksi dan sertifikat didapat. Ini kesulitannya, namun saya sudah ada jalan dan sekitar tangga 14 November, dua atau tiga minggu lalu saya telah membayar BPHTB. Jadi sertifikat dalam waktu dekat sudah ada dan akan langsung dengan proses ke Pemkot untuk ganti untung, ” urainya.

Max Bunganawa juga dihadapan tim media menaruh harapan agar keluarga memaafkannya dan Pemkot segera melakukan kewajiban ganti untung.

“Harapan saya agar pemerintah kota segera membayar ganti untung bila sertifikat sudah ada sehingga tida terjadi polemik lagi. Kepada keluarga saya mohon maaf saya sudah bersalah, saya harap kita bersabar, tinggal menunggu waktu dekat sertifikat ada pemerintah kita harap akan membayar ganti untung lahan tersebut,” tutur Max.

Kepala ATR/BPN Kota Kupang Sertifikat Sudah Ada

Kepala ATR/BPN Kota Kupang, Eksam Sodak, S.SiT, MSi, yang ditemui awak media, belum lama ini mengatakan, manajemen ATR/BPN Kota Kupang berjanji untuk segera menerbitkan sertifikat tanah milik Marten Bunganawa menyusul proses keuangan pajak BPHTB untuk pembuatan sertifikat sudah selesaikan keluarga.

” Ya, soal sertifikat tanah Spam Kali Dendeng di Kelurahan Fontein yang luasnya kurang lebih 5000-an sudah sampai pada tahap penerbitan surat keputusan pemberian haknya kepada subjek tertentu yang termasuk Ahli waris. Tapi sebelum kita terbitkan sertifikat hak atas tanah, itu pemilik tanah harus melunasi pajak-pajak sesuai dengan undang-undang 28 Tahun 2009 tentang retribusi yang salah satunya itu ada Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang kurang lebih 60 juta,” ungkap Kepala BPN.
Menurut Eksam Sodak, biaya itu secara sistem perhitungannya di Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Kupang dan itu telah diselesaikan.
“Mereka mungkin sudah lunasi dan daftar ke kita, dan sebentar lagi sertifikat sudah keluar, paling lambat minggu ini sudah selesai sertifikasi dan dapat di gunakan oleh pemerintah untuk menjadi dasar mengganti rugi subjek ahli waris,” tuturnya mengakhiri pertanyaan wartawan, Senin, (28/11/2022) di ruang UMKM Kantor ATR/BPN Kota Kupang.(Eshy)***

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

No More Posts Available.

No more pages to load.