Kupang,HRC – Sebuah buku yang ditulis mendiang Antropolog Hendrik Ataupah, dosen Universitas Nusa Cendana menyebutkan badai seperti Seroja pernah melululantahkan Pulau Timor pada April 1939 atau 82 tahun lalu.
Menurutnya, Timor merupakan tempat pembentukan Willy Willies (setan debu)yang bersifat destruktif yang bertiup ke arah Laut Timor menuju Australia Utara dan Samudera Hindia.
“Hanya sekali-kali terjadi angin topan yang bersifat merusak di daratan seperti yang pernah terjadi pada April 1939 yang menimbulkan bencana alam di seluruh daratan Timor (Ormeling, 1955),” seperti dikutip dari buku berjudul ‘Ekologi dan Masyarakat, Kajian dan Refleksi Atoin Meto di Timor Barat, NTT.‘
Menurutnya, menjelang permulaan musim hujan biasa terjadi pusaran angin setempat yang menerbangkan atap rumah dan menumbangkan pohon, sedangkan di Laut Timor dapat disaksikan yang seakan-akan mengangkat laut ke atas sehingga tampak dari daratan seperti cendawan besar.
Orang Timor (Meto) menyebut pusaran air itu dengan nama Musi (isapan keras). Musi dianggap sebagai isapan air laut ke udara oleh Uis Neno (dewa langit) untuk diturunkan lagi menjadi hujan. Namun, tidak disebutkan jumlah korban jiwa maupun kerusakan yang ditimbulkan badai tersebut.
Hendrik Ataupah juga berperan dibalik penulisan Buku ‘Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta? yang ditulis Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanoni.
Menurut Ferdi, adanya badai yang pernah menghamtam NTT tersebut, bisa saja NTT kembali diterjang badai yang sama di masa mendatang.
“Kita kembalikan kepada perguruan tinggi di NTT seperti Universitas Nusa Cendana dan Universitas lainnya melakukan kajian mendalam soal badai Seroja ini, kemudian memberikan kepada masyarakat,” ujarnya di Kupang, Minggu (18/4).
Ferdi mengatakan, pada badai di hari Paskah, 4 April lalu, ia tengah dalam perjalanan dari Kabupaten Timor Tengah Selatan, terjebak banjir selama berjam-jam di Baubau, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang bersama ratusan kendaraan karena air di sungai naik hingga melewati jembatan.
“Kami baru bisa melewati jembatan pada pukul 19.00 Wita dan tiba di rumah pukul 20.30 Wita dengan selamat,” kenangnya.
Adapun badai Seroja yang menerjang NTT selama dua hari, 4-5 April 2021 menelan 181 korban jiwa, 47 orang hilang dan 241 orang lainnya luka-luka.
Selain itu, rumah rusak berat 20.032 unit, rusak sedang 16.740 unit, rusak ringan 36.612 unit, fasilitas umum rusak 2.658 unit, serta pengungsi yang awalnya mencapai 58.914 orang, saat ini tersisa 11.200 orang tersbear di 62 titik di 10 kabupaten dan kota. (mi/gma/team)