Kupang ,HRC– Aliansi Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (AW-NKRI) Kupang, Nusa Tenggara Timur mengeluarkan pernyataan sikap menolak kriminalisasi tokoh agama, perbudakan hingga perdagangan orang, Sabtu (4/3/2023).
Pernyataan sikap ditanda tangani oleh 53 anggota aliansi menyusul kriminalisasi terhadap Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP) Keuskupan Pangkalpinang, Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus.
Pastor Imam Gereja Katolik ini dilaporkan ke Polda Kepri oleh oknum aparat keamanan berinsial BPP di daerah itu.
Salah satu anggota Aliansi Elcid Li mengatakan, kasus berawal dari tindakan BPP mengintervensi kepolisian untuk membebaskan lima pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang ditahan polisi. Mereka ditahan di Polsek Pelabuhan Barelang, yang membawahi Pelabuhan Batam Center.
Sebelumnya, lima pelaku ditangkap bersama enam korban perdagangan orang. Tiga korban di antaranya diserahkan ke Romo untuk diinapkan di Shelter Theresia yang merupakan fasilitas KKPPMP. Mereka ditangkap pada 7 Oktober 2022.
Selanjutnya, pada 12 Januari 2013, Romo Paschal mengadukan intervensi oknum aparat itu ke pimpinannya di Jakarta atas dugaan pelanggaran kode etik.
“Hingga hari ini, Sabtu, 4 Maret 2023 surat Romo Paschal tidak ditindaklanjuti, sebaliknya surat itu oleh bawahannya malah menjadi bahan pelaporan di Polda Kepulauan Riau di Batam, dan Romo Paschal dijadwalkan akan diperiksa pada 6 Maret 2023, dengan alasan yang mengada-ada yaitu pencemaran nama baik,” tutur Elcid Li.
Anggota Forum Academia NTT itu mengatakan, alasan yang mengada-ada itu karena nama baik itu bukan omongan, melainkan dibuktikan oleh tindakan yang bersangkutan. Sebab tidak ada nama baik, jika tindakannya kriminal.
“Tidak hanya itu yang bersangkutan juga menggerakkan dan mencatut berbagai ormas sipil lain maupun ormas keagamaan malah melakukan tindakan desertir dengan berupaya melakukan adu domba masyarakat sipil dengan isu yang bernuansa sara, terutama dalam hal identitas etnis dan agama,” jelas Elcid.
Elcid menyebutkan, pada Senin (6/3), ada 13 orang dijadwalkan melakukan aksi unjuk rasa di Polda Keprdi atau di lokasi pemeriksaan Romo Paschal. Unjuk rasa juga mencatut nama ormas lain dan rencananya dipimpin seorang aktivitas partai politik.
“Surat ini beredar luas dan sudah membuat keresahan. Apalagi dibumbui dengan ‘isu kristenisasi’ yang sengaja dihembuskan dalam satu bulan ini. Tindakan-tindakan ini merupakan khas tindakan kontra intelijen dengan mengadakan psy war, menggerakkan Ormas, dan melakukan disinformasi secara sistematis,” ujarnya.
Adapun dalam pernyataan sikap terebut, anggota aliansi minta Presiden Joko Widodo menertibkan oknum aparat keamanan yang melakukan tindakan kriminal terhadap warga tersebut.
“Meskipun dalam pemerintahan ini ada gerakan ‘Sikat Sindikat’, tapi belum ada tindakan aktif kepala negara dalam memerangi jaringan aktif pelaku perdagangan orang. Padahal korbannya merata di seluruh Indonesia, dan terutama berasal dari NTT yang menjadi sarang korban perbudakan modern atau perdagangan orang. Sebab, hampir setiap hari, korban perdagangan orang diterima dalam peti mati di Bandara El Tari Kupang,” ujarnya.
Sesuai catatan aliansi, sejak 2017 hingga Februari 2023 sebanyak 625 jenasah pekerja migran Indonesia asal NTT dipulangkan melalui Bandara El Tari.
“Panglima TNI yang berasal dari matra Angkatan Laut, Laksamana Yudo Margono, untuk segera menertibkan ‘anak buah’ yang diduga terlibat dalam perdagangan orang. Semboyan Jalesveva Jayamahe yang artinya di laut kita menang tidak ada artinya jika ‘perbudakan modern’ dilakukan terang-terangan di Pelabuhan Batam,” tulis Aliansi Warga NKRI. (/rilis)**