Berita Acara “Rekayasa” Terbitkan Klaim Tanah Kawasan Hutan Negara di Malaka Barat Dipertanyakan

oleh -110 Dilihat

Malaka,HRC- Sebuah berita acara yang diduga direkayasa dan dinyatakan fiktif telah menimbulkan kontroversi di wilayah Naet dan sekitarnya, termasuk desa Tafuli, Tafuli 1, dan Boen. Masyarakat setempat menganggap berita acara tersebut tidak masuk akal dan mencurigai adanya niatan tertentu di balik penyebarannya.

Yohanes Yan Tahu melalui pesan whatshap mengatakan, berita acara tersebut diklaim sebagai penetapan wilayah hutan negara, namun masyarakat adat di daerah tersebut mengklaim bahwa tanah-tanah tersebut adalah milik mereka sejak sebelum Indonesia merdeka. Keabsahan klaim tanah oleh pemerintah baru diakui setelah tahun 1945, ketika Indonesia merdeka.

Yohanes mengatakan, masyarakat di beberapa desa, termasuk Naet, Tafuli, Tafuli 1, Boen, Weain, Biudukfoho, Webetun, Alala, Niti, Nabutaek, dengan bukti pajak dari tahun 1982 hingga sekarang, telah membayar pajak atas kepemilikan kebun di wilayah tersebut.

Karena itu dirinya mempertanyakan mengapa masyarakat setempat masih dikenakan pajak jika tanah tersebut merupakan milik pemerintah.

“Pertanyaan ini saya tujukan kepada pemerintah, terutama kepada Dinas Perpajakan. Jika tanah-tanah ini memang milik pemerintah, mengapa masyarakat masih harus membayar pajak setiap tahunnya?,”tanya Yohanes.

Dirinya juga bingung, karena berita acara klaim tanah baru diterbitkan pada tahun 1997, sementara wilayah Naet, Tafuli, dan desa-desa lainnya telah ada sejak sebelum Indonesia merdeka.

Karena itu pertanyaan serius juga diajukan olehnya yang awam dalam hal aturan dan hukum adalah mengetahui status tanah-tanah di Naet, Tafuli, Tafuli 1, dan Boen sebelum tahun 1945. Jika tanah-tanah ini memang milik masyarakat adat, bukan merupakan kawasan hutan negara, maka tindakan KPH Kehutanan Wilayah Malaka dipertanyakan.

“Masyarakat siap menunggu kehadiran pemerintah, terutama Dinas Kehutanan, untuk menunjukkan batas-batas wilayah ini,” kata Yohanes Yan Tahu, pria kelahiran Fatuk, Oan pada tanggal 21 Januari 1980, yang juga merupakan pemilik kayu.

Dirinya berjanji bersama masyarakat dari beberapa desa, termasuk Naet, Tafuli, Tafuli 1, dan Boen, akan bertindak melawan klaim tersebut.

Dia menyatakan memiliki bukti yang kuat bahwa wilayah tersebut bukanlah kawasan hutan negara. Menurutnya, berita acara penetapan wilayah Oenunuh sebagai kawasan hutan negara baru diterbitkan pada tahun 1997, tetapi tidak ada seorang pun dari masyarakat Rinhat yang terlibat atau menyetujui hal tersebut. Tokoh adat ternama seperti Hendrikus Dato yang saat itu memimpin desa Biudukfiho dan tokoh-tokoh adat lainnya dari desa Tafuli tidak ikut dilibatkan atau menyetujui berita acara tersebut. Yang terlibat hanya seorang Camat Pembantu Malaka Barat, Yonathas Hale, yang bukan orang asli Naet atau Tafuli.

Pria tersebut siap menghadapi pemerintah demi kepentingan rakyat Rinhat dan bersedia diproses hukum sebagai bukti bahwa tujuannya bukanlah untuk kepentingan pribadi semata.
Ia dengan tegas meminta kepada Pemerintah Kabupaten Malaka dan DPRD Kabupaten Malaka untuk segera mengadakan konfrontasi antara pihak kehutanan dan masyarakat Naet, Tafuli, Tafuli 1, Boen, serta desa-desa tetangga lainnya guna melakukan klarifikasi dan mencabut berita acara yang telah ditandatangani oleh sekelompok orang yang namanya tertera di dalamnya.

Menurutnya, berita acara tersebut dianggap fiktif, rekayasa, atau bahkan melanggar hukum adat. Dirinya meyakini bahwa wilayah Naet dan sekitarnya, termasuk Tafuli, Tafuli 1, dan Boen, bukanlah kawasan hutan negara.

Dia juga mempertanyakan siapa yang duduk dan berada di belakang klaim tersebut serta kapan masyarakat sebenarnya menyerahkan tanah-tanah tersebut kepada pemerintah untuk dijadikan kawasan hutan negara.

Dalam hal ini, masyarakat menuntut kehadiran Kepala KPH Malaka untuk turun ke Naet atau melakukan klarifikasi atas persoalan ini. Masyarakat di kecamatan Rinhat yang terdiri dari 20 desa menunggu kehadiran pemerintah dengan harapan dapat memperoleh kejelasan terkait masalah ini.

Pemerintah diminta untuk memberikan penjelasan yang tegas dan transparan mengenai status tanah di wilayah Naet, Tafuli, Tafuli 1, Boen, dan desa-desa tetangga lainnya. Keterlibatan masyarakat adat dalam proses pengambilan keputusan juga harus diakui dan dihormati.

Masyarakat berharap agar masalah ini dapat diselesaikan dengan adil dan mengedepankan kepentingan serta hak-hak masyarakat adat setempat.(team) *

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

No More Posts Available.

No more pages to load.