Situasi Politik yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini selalu cenderung memicu polemik dan ketegangan. Hal ini dikarenakan pelaku Politik dan perilaku masyarakat tidak lagi berasas dan berpedoman pada : Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. Sehingga Politik pun dapat memicu emosi dan keyakinan masyarakat untuk tidak berpikir secara obyektivitas dan rasionalitas.
Seiring dengan perkembangan Dunia digital, seperti: Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, dan Tiktok menjadi sebuah dinamika tersendiri di kalangan masyarakat. Kendali Politik pun sudah berada di tangan masyarakat itu sendiri, yang tidak bisa lagi di tuntun secara praktisi profesional. Hal ini memudahkan untuk setiap orang sesuka hati menggunakan media sosial sebagai alat interaksi yang dimana, dapat menyebarkan isu-isu SARA, Hoax, provokasi, ujaran kebencian, sehingga dapat memecah belah kehidupan sosial bermasyarakat.
Hampir 60% masyarakat di Indonesia tidak percaya pada verifikasi, akuntabilitas, dan independensi. Kehidupan sosial Politik membentuk masyarakat selalu mengutamakan emosi atau hasrat tanpa memperhatikan obyektivitas dan rasionalitas.
Mengapa masyarakat sering melihat hal Politik tidak berdasarkan pada fakta obyektif ?
Kejadian-kejadian ini yang sering terjadi dikarenakan perbedaan pendapat yang merupakan hal bersifat Demokrasi, yang sering terjadi di setiap perhelatan pesta Demokrasi. Namun, kesenjangan sosial itu juga terjadi akibat ulah oknum yang mengatasnamakan masyarakat umum namun tujuannya adalah kepentingan pribadi. Hal ini harus di perhatikan secara baik sehingga Demokrasi Indonesia itu semakin lebih matang dan dewasa yang selalu memberikan edukasi Politik yang bernilai positif dan mementingkan banyak orang atau kepentingan publik.
Opini Publik Berdasarkan Intuisi Atau Hasrat :
Setiap proses Politik yang terjadi selalu saja di tentukan oleh proses kognitif yang hanya mengandalkan pada intuisi atau hasrat. Situasi ini akan berpengaruh pada cara pandang masyarakat tentang apa itu Politik, sehingga menyebabkan masyarakat lebih cenderung tidak berpijak pada data dan fakta, melainkan lebih percaya pada kebohongan dan wacana-wacana yang menguras energi dan emosi.
Polarisasi masyarakat akan terbentuk dan mengikat keyakinan atau Ideologi pada setiap individu-individu. Keyakinan ini dapat membuat mereka semakin yakin atas diri sendiri dan kehebatan identitasnya.
Sedangkan yang kita ketahui bersama, bahwa; Ideologi hanya berfungsi untuk meneguhkan dan meningkatkan kohesi sosial, bukan kelompok-kelompok, dan golongan-golongan tertentu. Ideologi atau gagasan yang sering di bicarakan dan di kumandangkan, meskipun itu bohong tetap saja akan di anggap benar. Janganlah heran jika semboyan ” NKRI Harga Mati ” bisa saja berubah sebagai konsep dari politisasi untuk mendiskreditkan orang atau kelompok tertentu.
Retorika Politik yang selalu mengumandangkan bahwa hidup akan sejahtera tanpa berdasar pada analisis, akan membuat masyarakat tidak lagi peduli dengan verifikasi secara data dan fakta. Hal ini dapat melanggengkan kebohongan dan ujaran kebencian yang berkedok dan berlindung di balik kebebasan berpendapat.
Sikap Kritis Dalam Interaksi Sosial :
Peduli akan sesuatu yang tidak sesuai dengan norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat, seperti : Diskriminasi, adu domba, ketidakadilan, ketidaksetaraan, bias gender, dan Politik identitas, yang merusak citra dari persatuan dan kesatuan merupakan bentuk dari sikap kritis dalam interaksi sosial.
Dewasa ini masyarakat harus lebih jeli dalam mengemas setiap informasi publik yang di mana selalu sarat dengan retorika dan manipulasi. Cara-cara ini selalu di pertahankan agar kontrol analisis kritik dari masyarakat selalu terstruktur dan membangun, agar nilai-nilai etika komunikasi itu selalu terjalin dengan baik antar sesama.
Interaksi sosial pun salah satu cara dan strategi positif untuk membentuk masyarakat yang pro aktif, membentuk komunikasi masyarakat yang penuh pengertian, membentuk masyarakat yang memiliki rasa empati, demi tercapainya masyarakat yang selalu mengedepankan kepentingan secara publik.
Sikap saling menghormati terhadap orang lain, tidak mengejar kepentingan diri, selalu memahami hak orang lain, selalu mampu memperjuangkan hak-hak sesama, merupakan sikap pribadi yang rasional. Hal ini justru di kedepankan sebagai dasar dari nilai moral demi untuk menjaga harmoni di mata masyarakat.
Sikap kritis dalam berinterasksi sosial merupakan salah satu cara yang ampuh untuk mewujudkan etika komunikasi Politik yang baik, transparan, akuntabel antara pelaku Politik dan masyarakat Pemilih untuk mencegah konflik kepentingan Politik, kesenjangan sosial, dan korupsi. Selain itu dapat membantu masyarakat tentang informasi-informasi publik yang kredibel agar terciptanya masyarakat yang adil dan toleran.
~ Salam Demokrasi ~
Kefamenanu, 26 Februari 2023
Penulis : Narky Leu