Florince Lumba, S.Pd Dendang Seribu Musim

oleh -126 Dilihat

Lembata ,HRC-Dia melakoni kisah hidupnya bagai dendang seribu musim. Terlahir dari rahim cinta penuh kesederhanan, merubah batu kali menjadi batu penjuru dan menggantikan dukalara ayah bundahnya menjadi suka cita dimusim berlalu. Dialah Florince Lumba, S.Pd sang Dendang Seribu Musim, Kepala SMP Negeri 2 Kupang Timur.

Berapa senja sudah telah dilewatinya. Mungkin tak terhitung ketika pagi datang dan siang menyapa, Biarlah pagi bercerita saat hari merangkak, tentang kisah hidupnya, tentang napak tilasnya sebagai “Oemar Bakri” pahlawan tanpa tanda jasa, seorang guru mengikuti jejak Karel L. Lumba ayahnya yang juga adalah seorang PNS di instansi P dan K yang awalnya hanyalah guru relawan di kampung Dolabang pulau Pura- Kabupaten Alor- NTT.

Ia merupakan putri pertama 6 bersaudara pasangan Karel L. Lumba (alm) dan ibu Selfina Tarehiadang (almh), Bersama berlalunya waktu, ia terus berlayar mengikuti disposisi batin, bersandar pada tiang idealisme dan terus merakit mimpi, menyulam martabat agar selalu bernada, berirama, anggun dan berkarakter di dunia pendidikan, demikian pemilik nama lengkap Florince Lumba, S.Pd memaknai drama penuh takdir dalam ribaan Tuhan `sejak pertama menapakan kaki “selibat” menjadi Guru Honorer di ST. Parama Cita Kalabahi tahun 1985-1986.

Sejurus kemudian. Takdir nasib menimpah dirinya. Pucuk dicinta ulampun tiba. Kelahiran 3 Oktober 1965 kemudian diangkat menjadi guru PNS di SMP Negeri 1 Fatuleu tahun 1986-2022. Dan bintang nasibnya terus bersinar, di tahun 2013 sampai tahun 2016 sempat dipercayakan menjadi Instruktur Kurikulum, setelah itu, tertanggal 11 April 2017- 31 Mei 2022 diangkat dalam jabatan sebagai Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Fatuleu, kemudian dimutasikan ke SMP Negeri 2 Kupang Timur, tertanggal 31 Mei 2022 sebagai kepala sekolah sampai sekarang. Ini yang disebut- berakit-rakit ke hulu, bernenag-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, berenang-renang ke tepain.

Meski telah menjabat sebagai kepala sekolah, dirinya tetaplah figur rendah hati yang membingkai seluruh kehidupannya dengan jubah kesederhanaan. Semakin jauh berlayar semakin kelihatan indahnya pelangi rupa warna. Saat biduk menghantam ombak, seluruh kilasan waktu tentangnya menghampar dipelupuk mata bagai sekeping jiwa yang dimanja semesta bermakna. Jiwanya tulus meski kerap diterjang badai. Dia kisahkan kreasi dan terus bercerita tentang indahnya panorama waktu, sebagai sulung yang terlahir dari keluarga sederhana dari enam bersaudara dengan sejuta harapan sebagai pengganti orang tua untuk memperhatikan adik-adiknya.

Tekadnya yang kuat menggapai masa depan tenggelam dalam rinai dan lelap berpeluk rasa sehingga kondisi kesederhana yang dialaminya dinikmati dengan penuh rasa syukur dan terus bersandar pada lekuk lengan perkasa Allah Maha Pencipta, untuk terus merawat rasa dan tidak berjalan mundur.

Meski kerap getir berpeluh dan azab sengsara di Nusa Lontar Alor Kenari, Alumnus S1 FKIP – Jurusan PPKn – Undana Kupang tahun 2015 menunjukan kelasnya sejak kelas III SD. Kala itu Ia dipercayakan Kepala Sekolah Gerson Halundaka (alm) sebagai tutor sebaya bagi teman-teman untuk pelajaran berhitung, semata karena kecerdasannya,

Usai SD Desember 1977, Jelita Tanjung Sembilan, pinggiran kota Kalabahi- Alor ini masuk SMP Januari 1978 melewati testing masuk yang sangat ketat karena merupakan satu-satunya SMP Negeri saat itu yang ada di Kabupaten Alor. Tahun 1978 terjadi perpanjangan tahun pelajaran sehingga angkatan dirinya saat itu duduk di kelas I SMP selama satu setengah tahun atau tiga semester dan baru naik ke kelas II pada Juli 1979, dengan demikian dia belajar di SMP tiga setengah tahun dan ketika masuk ke SMA Juli 1981 itupun melewati testing masuk karena SMA Negeri Kalabahi juga merupakan satu-satunya SMA negeri yang ada di kabupaten Alor saat itu. Semua dimaknainya dalam nada kasih. Puji Tuhan, sejak SD sampai SMA tidak ada kendala selain karena rahmat Kasih sang Ilahi juga karena masih seatap tinggal bersama orang tua.

Usai Alor, Dia ke Kupang. Dan salib itu mulai “nyata”. Jalan terjal kehdiupan di dunia pendidikan benar-benar dirasakan ketika hengkang melanjutkan study ke kota Kupang. Dalam deare usang milinya, tertulis sejumlah nokta dengan bahasa cinta litani hidupnya yang diawali saat merantau ke Kupang pertama kali diantar mamanya dan adik bungsunya yang sempat nyasar ketika berusaha mencari rumah family yang akan menjadi tempat tinggal saat kuliah nanti.

Nasib sial juga sempat menjeratnya, dimana koper pakaiannya jatuh dan tergilas kendaraan saat perjalanan dari Tenau ke Oepoi. Ia sempat juga nyasar ke tempat testing di SMA Negeri 1 Kupang hingga turun bemo di depan Bank Indonesia; sempat juga menangis di tengah daerah persawahan di belakang kantor Gubernur saat berjalan kaki seorang diri dari Oepoi ke Undana (lama), akhirnya Tuhan mengirim om Kiel Teramahi (saudara mama) dari Pasir panjang datang membawanya pindah tinggal di Pasir panjang depan asrama Brimob.

Kisah berlanjut terus. Tamatan TK Adang – Kalabahi tamat tahun 1971 pernah memiliki pengalaman pahit yang tak terlupakan dimana uang transport pernah tersisa Rp 1000,- (saat itu biaya taransport Rp 100,-) dan keterlambatan pengiriman wesel pos saat itu mengharuskannya hidup hemat dan 3 kali berjalan kaki ke kampus star jam 05.00 menyusuri panjangnya trotoar dari jalan Timor Timur (waktu itu) hingga jalan Soeharto dan tiba di Undana (lama) 06.30 lebih. Dan hari ke 3 sesampainya di depan Rumah Sakit Umum W. Z. Yohanes Kupang, kakinya terasa berat dan rasanya sudah tidak sanggup lagi untuk melangkah, namun karena kondisi terpaksa dia terus saja melanjutkan perjalanan sambil berdoa dan menangis dengan harapan orang tua secepatnya mengirimkan wesel atau uang.

Tetapi setelah itu. Seperti langit cerah setelah berkabut, ibunda dari Yoldi Henukh, Marlon Y. Henukh, Rio Henukh, Aren F. Henukh, Elyn E. Henukh dan Desyanti Lumba bagai konser seribu musim melakoni drama penuh babak dengan dendang sepanjang musim penuh dinamika, dan berjalanlah dirinya sampai ketapak asa, saat wisuda Diploma 1, sujudnya kepada Sang Pencipta tak terbilang meski peraayaan syukuran itu cuma dilakoni berdua dengan mamanya sembari menikmati sepotong roti bakar dan segelas teh manis.

Dan wajah Pertiwi Alor Nusa Kenari mulai tersenyum dengan seluruh dimensi natural filosofis arsitistik, anggun berbentuk bagai mengukir kisah ditepi cerita bernada. mengikuti alur cerita kehidupan yang terlahir dari rahim cerita penuh kesederhanan saat sang visoiner istri Petrus Henukh yang menikahinya 6 April 1987 berhasil merubah batu kali menjadi batu penjuru, menggantikan dukalara ayah bundahnya menjadi suka cita dimusim berlalu.

Dia terus berjalan mengikuti tarikh jaman, mendedikasikan nyawanya bagi dunia pendidikan. Itu ditunjukan dengan sikapnya yang sangat komunikatif dan persuasif yang memungkinkan tamatan SD GMIT Adang tahun 1977 enjoi membangun relasi baik terhadap rekannya sesama pengajar ataupun komite sekolah maupun siswa-siswi saat hari mulai bergeser dan usianya tidaklah lagi muda.

Ia terus saja bercerita tentang kisah hidupnya, menghiasi diri dengan seribu aksara bagai dendang seribu musim, seperti shimphoni bergetar senduh menghantam ombak, seluruh kilasan waktu terhampar bagai sekeping jiwa yang dimanja semesta bermakna. Biarlah pagi bercerita saat hari merangkak terang tentang jabatan yang tak lebih sebagai tugas pelayanan yang mengharuskannya untuk berbuat bukan mendapatkan sesuatu, karena dirinya hanyalah salah satu senar kecil di antara lengking merdu senar yang lain. Vita Brevis. (Sultan)***

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

No More Posts Available.

No more pages to load.