Kasus kematian ibu Marta Meti Di Wolomarang  Marianus Garpung Angkat Bicara

oleh -52 Dilihat

Sikka,HRC- Dihubungi  HRC melalui via telpon,(Jumat,03/05/2022.)Marianus Garpung angkat bicara.

Kadis Kesehatan SIKKA,Jangan Berlindung Dibalik SOP Atas Kematian Ibu Marta Meti Di Puskesmas Wolomarang.

Misteri kematian ibu Marta Meti ketika persalinan di Puskesmas Wolomarang menari untuk dikaji menurut Undang Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Kebidanan.

Ketika wartawan Hak Rakyat menemui kepala dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, beliau mengatakan atas laporan tenaga kesehatan dari Puskesmas Wolomarang bahwa kematian itu hamil Marta Meti sudah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).

“Kalau berbicara seperti itu jangan kepala dinas, orang awampun bisa saja omong seperti itu seharusnya sebagai seorang yang menyandang kepala dinas yang berhubungan dengan kesehatan hidup dan matinya orang di rumah sakit maka bicaranya terukur, terpercaya dan berdasarkan peraturan perundangan yang ada.”

Oleh karena itu, saya sebagai kuasa hukum Kantor Advokat Victor Nekur, SH, Orin Bao & Rekan atas nama prinsipal/ klien dari keluarga korban atas kematian Marta Meti ada kewajiban hukum untuk menanggapi pernyataan Kepala Dinas kesehatan Sikka yang sepintas menganggap persoalan ini sederhana dan tidak masalah.

Ternyata anda sejatinya tidak paham yang artinya SOP. Dalam ketentuan UU Kebidanan dan standar kode etik dijelaskan standar operasinal prosedur sebagai berikut.

Buku Standar Operasional Prosedur (SOP) Pelayanan Kebidanan berisi mengenai SOP keterampilan dasar kebidanan, SOP asuhan kehamilan, SOP asuhan persalinan dan bayi baru lahir, SOP asuhan nifas, SOP asuhan neonatus bayi, balita dan anak prasekolah, SOP pelayanan KB, SOP asuhan kesehatan reproduksi, SOP penanganan kegawatdaruratan dan SOP pencegahan infeksi.

Dan, seorang bidan setelah tamat sekolah sudah memiliki surat tanda registrasi dan surat ijin praktek bidan. Itu melahirkan konsekuensi hukum bagi setiap bidan ketika menangani persalinan harus paham benar SOP tersebut disesuaikan dengan kondisi ibu hamil(pasien).

Atas dasar SOP ini sekarang kita melihat fakta yang terjadi di Puskesmas Wolomarang. Ketika ibu Marta Meti dibawa ke Puskesmas Wolomarang dalam keadaan perut sakit tanda-tanda mau melahirkan.

Apalagi sudah mengalami pembukaan jalur persalinan pertama,dan sampai 4 hari hanya dgn pembukaan ke dua,  dimana bidan hanya memantau saja sampai air ketuban  pecah keluar cairan warna hijo, lalu dilakukan persalinan dengan menekan perut untuk persalinan bayi ternyata sesudah bayi keluar, kondisi ibu Marta Meti terjadi pendarahan yang luar biasa.

Apakah keadaan ini yang saudara Kepala dinas mengartikan sesuai SOP kegawatdaruratan? Pertanyaan saya coba dijelaskan SOP pelayanan kebidanan yang mana yang saudara jelaskan sudah sesuai SOP jangan ngawur menjelaskan kepada publik Sikka semua orang pasti tertawain.

Fakta berikut yang sangat aneh di Puskesmas Wolomarang, masak ketika terjadi perdarahan luar biasa dimana pasien harus segera di rujuk ke rumah Sakit T.C. Hillers, suami korban yang harus pergi jemput sopir ambulans, karena bidan atau tenaga medis di puskesmas saat itu tidak ada satupun yang mempunyai nomor handphone sopir ambulans.

Padahal fasilitas ambulan sopir dan nomor handphone harus otomatis ada di puskesmas karena mobil ambulans identik dengan gawat darurat.  Sekali lagi saya mau bertanya kepada kepala dinas kesehatan bahwa SOP yang saudara katakan sudah sesuai yang bagaimana?

Atas fakta ini maka kepala Puskesmas Wolomarang diduga wajib  tanggungjawab tidak saja bidan yang melakukan persalinan(personal responsibility), berdasarkan Pasal 41 dan Pasal 42 Permeskes No. 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas. ( Icha)*

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

No More Posts Available.

No more pages to load.