Kupang,HRC- Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL), pada acara Penandatanganan Nota Kesepakatan antara Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan Pemerintah Kabupaten Sumba Timur, tentang Sinergi Perencanaan, Pembangunan dan Pengelolaan Kawasan Perikanan Budidaya di Kabupaten Sumba Timur, pada hari ini, Selasa 27 Desember 2022, bertempat di Aula Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Jalan Basuki Rachmat Kupang.
Nota Kesepakatan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan Program Integrated Shrimp Farming di Kabupaten Sumba Timur, ditandatangani oleh Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Tb. Haeru Rahayu, dan Bupati Sumba Timur, Khristofel Praing yang disaksikan langsung oleh Gubernur VBL. Nota Kesepakatan tersebut bertujuan mewujudkan perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan sumber daya perikanan budidaya yang berkelanjutan di Kabupaten Sumba Timur, mendayagunakan dan memberdayakan potensi serta peranan masing-masing pihak secara sinergi dan saling mendukung serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Sumba Timur.
“Saya memang sengaja memilih dilaksanakannya penandatanganan di tempat ini, yaitu di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, alasannya yang pertama, agar ada komitmen moral yang sungguh-sungguh dan bertanggungjawab penuh dari Jajaran KKP dan kita semua untuk merealisasikan dengan lancar dan sukses terkait Program Pembangunan Integrated Shrimp Farming di Kabupaten Sumba Timur ini. Yang kedua, negara ini, termasuk Provinsi NTT, kekayaan terbesarnya ada di laut, untuk itu sudah menjadi tanggung jawab kita semua dalam mengelola secara optimal semua sumber daya laut demi kesejahteraan seluruh masyarakat”, tegas Gubernur Laiskodat.
Orang Nomor Satu NTT ini juga mengatakan bahwa alasan mengapa kita selalu terhambat dan miskin, karena kita belum mampu mengelola dengan baik potensi kekayaan kita, khususnya kekayaan bahari di Indonesia, termasuk yang ada di NTT.
“Nowergia yang hanya memiliki Salmon, namun mampu mengelola kekayaan itu dengan optimal, dan devisa terbesar negara itu datang dari budidaya Ikan Salmon. Di seluruh dunia ada 10 jenis komoditas utama yang sangat dibutuhkan dan Indonesia memiliki 7-8 komoditas tersebut, yaitu : udang, ikan, terapu, tuna, lobster, kepiting, tripang dan rumput laut. Hanya saja kita belum mampu mengelola kekayaan laut tersebut dengan baik”, ungkap Gubernur VBL.
Mantan Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR RI ini juga menambahkan bahwa jika Program Integrated Shrimp Farming dalam pelaksanaanya tidak menggandeng pihak pengusaha/Swasta, maka dipastikan tidak akan berjalan sesuai yang diharapkan.
Program ini harus dilaksanakan dan tidak boleh gagal. Untuk itu perlu kolaborasi dengan dengan pengusaha/swasta. Kerja kita berbeda dengan pengusaha. Bagi pengusaha kalau gagal, maka usahanya mati dan sebaliknya kalau berhasil, ini akan menjadi sesuatu dan terus meningkat. Itulah mengapa perlu adanya dua kombinasi dalam pelaksanaan program ini, sebab kombinasi ini ditanggung oleh negara”, ungkap Putera Semau dengan tegas.
Gubernur Viktor juga mengatakan bahwa program ini akan membuka dunia bahwa di Sumba Timur sana ada udang dengan kualitas terbaik, kualitas teritorial yang baik, ada sumber daya manusia yang memadai dan ada pemerintah yang punya komitmen tinggi, dan semua itu tergantung marketingnya.
“Saya yakin dalam waktu dekat Pulau Sumba akan banyak dihuni oleh manusia pekerja. Dan hal ini memiliki dampak yang banyak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Program yang sangat baik yang telah diberikan oleh Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Menteri Kelautan dan Perikanan, diharapkan mampu direplikasi sampai di pelosok daerah-daerah di Indonesia. Oleh karena itu, kolaborasi ini harus dijaga dengan baik”, harap Gubernur Laiskodat diakhir sambutannya.
Sementara itu, Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Tb. Haeru Rahayu, mengatakan bahwa kerjasama tersebut merupakan awal yang baik sebagai bentuk terobosan inovatif dalam rangka membawa kita semua menuju kesejahteraan.
“Saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang menginflementasikan konsep Blue Ekonomi dengan fokus pada empat komuditas yang sedang kita usul dan salah satunya ialah udang. Pokja udang nasional mengamanatkan kepada kami hingga tahun 2024, produksi udang dapat mencapai 2 juta ton, namun saat ini baru menyentuh 1 juta ton saja, dan ini belum mencapai yang ditargetkan”, ungkap Haeru.
Haeru juga mengatakan bahwa dalam memenuhi target produksi udang tersebut KKP memiliki dua kegiatan prioritas, yaitu yang pertama sifatnya revitalisasi, bertujuan mengangkat produktivitas lahan masyarakat pembudidaya yang masih tergolong tradisional. Yang kedua adalah mencoba membuat modeling budidaya udang yang dilakukan swasta, tetapi nampaknya swasta masih menunggu keseriusan pemerintah dalam hal ini KKP tentang model yang benar-benar bisa memiliki prospek kedepannya.
“Walaupun kita punya hutang, namun bagaimana hutang ini bisa dikelola dengan baik, sehingga kita bisa memmanfaatkannya dengan menciptakan satu program yang baik dan bermanfaat. Program tersebut bertujuan untuk memberdayakan masyarakat kelautan dan perikanan. Maka Integrated Shrimp Farming Program, dengan jumlah uang yang kita usulkan sebesar US$ 500 Juta, kita coba laksanakan dan realisasikan dengan sunggu-sungguh. Kalau program ini berhasil dan sukses, maka akan ada Integrated Shrimp Farming Program selanjutnya, ujar Dirjen Haeru.
Beliau mengatakan bahwa untuk saat ini proses green book dan blue book sudah mendapatkan 3 lokasi yang salah satunya di NTB, Aceh dan Sulawesi, namun dalam perjalanannya tidak bisa mengeksekusi karena itu bukanlah milik negara apakah itu pusat ataupun milik pemda.
“Banyak sekali jalur birokrasi yang harus kita ikuti dan ternyata kami banyak kendala, oleh karena itu kami mencoba satu terobosan salah satunya dengan bekerjasama dengan Kementerian KLHK, hampir 50% terkendala dengan tanah/lahan. Ada salah satu anak bangsa menghibahkan lahan Hak Guna Usahanya, lokasinya ada di NTT, di Sumba Timur. Harapannya di tahun 2024 program ini bisa tuntas. Jadi di era kepemimpinannya Pak Jokowi, kita bisa meninggalkan satu kondisi didalamnya ada legacy dari Pa Gub, Pak Sakti Wahyu Trenggono dan seterusnya”, jelas Haeru.
Pada kesempatan lainnya, Bupati Sumba Timur, Khristofel Praing mengatakan bahwa sebagai Pemerintah Kabupaten Sumba Timur program ini adalah sebuah berkah luar biasa.
“Ini adalah sebuah Blessing in disguise, sebuah berkat yang tak terduga sebelumnya bagi seluruh masyarakat Kabupaten Sumba Timur. Ini tidak pernah kami bayangkan dapat dilaksanakan terang-terangan, dimana ujung-ujungnya demi kesejahteraan masyarakat. Dan ini adalah bentuk upaya nyata dari pemerintah pusat untuk melakukan peningkatan pembangunan perikanan di Kabupaten Sumba Timur dan di NTT pada umumnya. Sehingga tidak pilihan lain selain untuk mendukung sepenuhnya dalam menyukseskan program ini” ungkap Bupati Sumba Timur.
Hadir mengikuti pertemuan tersebut, diantaranya : Direktur Kawasan dan Kesehatan Ikan Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan RI,: Tinggal Hermawan, S.Pi., M.Si, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekda Provibsi NTT : Ganef Wurgyanto, Karo Administrasi Pimpinan Setda Provinsi NTT; Prisila Q. Parera, Plt Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT : Stefania T. Boro, Sekretaris Badan Keuangan Daerah Provinsi NTT : Okto Tabelak, Sekretaris Dinas PUPR Provinsi NTT : Weni Dopo, Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT diwakili oleh Kepala Bidang Perekonomian dan SDA : Theresia M. Florensia, Kepala Bidang Perikanan Tangkap : Agustinus Bulu, Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan; Mery M. Foenay, Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Produk Kelautan dan Perikanan (P2KP); Anakletus Tese, Kepala Stasiun Pengolahan dan Pemasaran Produk Kelautan dan Perikanan (P2KP); Dwi Santos, Koordinator Pengawasan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kupang (KIPM) NTT : Pristony.