Lambertus Laba Making Sang “Performa” Dititik Apik

oleh -57 Dilihat

Lembata, HRC- Kerinduannya terhadap tumpah darah, sejenak menanggalkan” bisingnya busana Metropolitan Jakarta. Saat tiba di kampong halaman Lewo Jon Todanara, Tana Baru Tarinake, pekan pertama Juli 2022, kelahiran Baopukang 14 Januari 1984 ini benar- benar melebur dalam bingkai hidup masa silam, larut dalam romantika sujud syukur kesederhanaan dan terlibat menguji kekuatan magnetic tembang kenangan “Hujan Emas Di Negeri Orang, Hujan Batu di Negeri Sendiri, Bae Sonde Bae, Lebe Bae Nagi Sendiri”.

Dari negeri Sunda Kelapa, Jakaruta Takubetsu Shi, Jakarta, putra petani pasangan Daniel Demon Labamaking dengan Rosalia Kuma Halimaking yang dua setengah tahun berkarya di Rumah Sakit Organ Transplat Center Kuwait, Timur Tengah ini menyimpan rindu serewi nagi, rindu rumah menimang lagi kenangan masa kecil, rindu menikmati ikan bakar, lawar siput, hirup kua asam, menyulo ikan, rindu memancing, iris tuak, pindah kambing, kasih makan babi atau juga berenang.

Rindu juga senyum manis, senda gurau, canda tawa para sahabat SDK Baopukang yang pernah bersama dirajam hukuman kata-kata dari para guru seperti Aloisius Lesu Kedang, Bernabas Bala Lebangu, Konradus Side Ledun dan Mateus Mere Making.
Dia pulang. Pulang dari medan perjuangan, membawa bulir padi yang telah ranum, mengikuti petuah klasik, tuntunlah ilmu sampai ke langit senja dan bawalah kembali saat pagi mulai terang, semata untuk kebesaran dan kemuliaan serta keharuman Lewotanah.

Benar-benar berada dititik apik saat tiba di Nagi tanah suami dari Ibu Ayu ini, bagai pinang pulang ke tampuk, bagai siri pulang ke gantang, seluruh “dinasti” pria berkulit terang yang meninggalkan NTT sejak 2008 dan pernah menikmati bangku kuliah di Binawan Universitas Jakarta, Fakuktas Keperawatan yang low profile ini menjadi jawaban kerinduan seluruh keluraga Labamaking begitu tiba di beradat Lewohala – Akhirnya ia merapat ke tepian, setelah jauh berjalan.
Seakan berpacu dengan jarum waktu, dikejar deadline masa libura yang praktis terlanjur usai, pria humoris yang menikat cinta dengan teman kuliahnya ini menulis kisah romantik penuh performa, meneguk aroma selaksa wangi tentang budi dike akal sare dalam bingkai busana jaman tentang adat hidup sepanjang jaman dan melukiskan kesetiaan menjaga perasaan di antara perasaan sebagai saudari ataupun saudari kandung satu rahim atau juga sesama dalam suku maupun kebersamaan dalam satu Nusa Lamaholot.

Waktu mengajaknya pulang ke tumpah dara, waktu juga bakal mengajaknya pergi tinggalkan tumpah darah demi secangkir kopi, sepiring nasi berjudul tugas dan pengabdian, “Jong Lau Sadan Bui, Laya Lau Bake Nawa” perahu itu bersandar menunggu putra bungsu delapan bersaudara untuk kembali meneguk lagi aroma Jakarta bukan saja karena tugas dan pengabdian tetapi juga karena “osan dibelone lolon non nuba nubun nara baran”.

Keberagaman atau Kemajemukan memang Rentan Menimbulkan Konflik, tapi masyarakat Kabupaten lembata telah Membuktikan bahwa kemajemukan ini tidak memecah belah perasatuan dan Persaudaraan Yang Tercipta Harmonis Selama ini, dengan Kehidupan Harmonis harusnya Masyarakat Lembata Lebih Bekerja Sama Membangun Kabupaten Lembata.
Tentang Lembata dalam pengamatannya, belumlah maksimal proses pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, dengan demikian dirinya berharap agar warga Lembata terus bahu membahu membangun Kabupaten Lembata demi terciptanya kesejahteraan masyarakatnya.

Potret kisah kerinduan haruslah berakhir bersama tarikh tanggal cuti dan batas waktu liburan meski niat untuk terus memeluk rahim pertiwi lewo isiken selaka, tanah lapisen belaong masih mekar bertunas.

Vayas Condios. Tentangmu, terukur ketulusa, terukir Keiklasan. Pergilah, tunaikan tugas perutusanmu. Kampong halaman tetap bersamamu di tengah kabut jaman.

(Sultan sabatani)

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

No More Posts Available.

No more pages to load.