Oktovianus Seran : Runtuhnya Demokrasi Lokal di Tingkat Desa

oleh -70 Dilihat

Oleh: Oktovianus Seran,S.Ip,.M.Si

Pilkades merupakan salah satu bentuk pesta demokrasi yang begitu merakyat. Pemilu tingkat desa ini merupakan ajang kompetisi politik yang begitu mengena kalau dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran politik bagi masyarakat. Pada moment ini, masyarakat yang akan menentukan siapa pemimpin desanya selama 6 tahun ke depan.

Banyak bentuk pesta demokrasi yang telah digelar dalam kehidupan politik kita sekarang. Pilpres, Pilkada Gubernur, Pilkada Bupati dan Pemilu Legislatif. Tak ketinggalan adalah Pilkades. Begitu menarik bagi penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang budaya pemilihan kepala desa ini. Dalam pelaksanaannya begitu mendetail keterkaitan antara pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaannya. Sehingga, perlu ketelitian dari tiap calon pemilih dalam menilai calon pemimpin yang akan dipilihnya tersebut.

Namun, Pilkades terasa lebih spesifik dari pada pemilu-pemilu di atasnya yaitu, adanya kedekatan dan keterkaitan secara langsung antara pemilih dan para calon. Sehingga, suhu politik di lokasi sering kali lebih terasa dari pada saat pemilu pemilu yang lain.

Pengenalan atau sosialisasi terhadap caloncalon pemimpin bukan lagi mutlak harus lagi penting. Para calon biasanya sudah banyak dikenal oleh setiap anggota masyarakat yang akan memilih. Namun demikian sosialisasi program atau visi misi sering kali tidak dijadikan sebagai media kampanye atau pendidikan politik yang baik.

Kedekatan pribadi, akan sering kali banyak dipakai oleh masyarakat untuk menentukan pilihannya. Di sini unsur nepotisme masih begitu kental membudaya. Demikian juga dengan kolusi, hubungan baik dalam berbagai posisi juga banyak dijadikan sebagai unsur penentuan hak pilih. Demikian juga dengan unsur Money politik yang sering dijadikan iming-iming dorongan dalam pemilihan.

Hal demikian akan menjadikan para calon harus mengeluarkan biaya yang begitu besar. Persaingan antar calon sering kali juga terjadi dengan berlebihan. Kalau demikian ini yang terjadi usaha penghapusan KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme ) akan terasa sulit diwujudkan. Di sini pendidikan politik perlu dikembangkan. Kerelaan berkorban untuk kepentingan desa yang juga merupakan bagian dari bangsa dan negara ini tentu perlu diwujudkan. Tidak semua pengorbanan harus diukur dengan kontribusi uang. Kalau budaya money politik di tingkat desa bisa dikikis, tentu sedikit demi sedikit di tingkat yang lebih atas hingga pemilihan presiden akan dapat diwujudkan proses pemilihan pelaksana pemerintahan yang jujur dan adil.

Dalam pemilihan pemimpin desa yang harus diutamakan ialah  tentang kapabilitas dari caloncalon pemimpin tersebut. Suatu desa tidak hanya dapat dipimpin oleh pemimpin yang bermodalkan kefiguritasan namun cacat secara intelektual, moral dan sosial.

Pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat sekarang yakni seseorang memiliki akseptabilitas namun ditunjang oleh moral yang baik, memiliki kemampuan yang cukup untuk memimpin dan membimbing masyarakatnya dan juga memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas administratif dan perpolitikan, serta memiliki wawasan yang luas dan pandangan yang luas terhadap perbaikan masyarakat
Ancaman terhadap proses demokrasi elektoral yang perlu mendapat perhatian adalah terjadinya kecurangan yang sengaja dilakukan untuk memenangkan calon tertentu.

Kecurangan (election fraud) terjadi tak hanya dalam pilkades serentak yang baru saja dilaksanakan, tapi hampir di setiap pemilu. Seakan-akan kecurangan ini menjadi bagian dari strategi pamungkas untuk memenangkan calon tertentu ketimbang menggunakan cara yang dibenarkan oleh undang-undang guna mendapatkan suara pemilih.

Padahal, Pilkades ini merupakan refleksi kesepahaman antar-individu di ranah publik lokal untuk memberi legitimasi pemimpin yang terpilih berdasarkan prinsip jujur dan adil. Sangat di sayangkan jika itu harus dinodai dengan cara-cara di luar aturan yang telah disepakati. Umumnya kecurangan dilakukan secara sistematis dengan modus “seolah-olah” ini terjadi karena kesalahan administrasi pilkades atau kelalaian panitia penyelenggara. Pilihan alasan ini dimaksudkan agar tak ada protes dan tuntutan yang berlebihan sehingga dapat membatalkan kemenangan calon yang melakukan kecurangan tersebut.

Begitu menarik bagi saya untuk mengkaji lebih dalam tentang budaya pemilihan kepala desa ini.Tim pemilihan desa dipilih oleh BPD (Badan Perwakilan Desa) dengan susunan perwakilan semua elemen masyarakat desa. Sedangkan tim pemilihan Kabupaten ditetapkan oleh Bupati. Dimata masyarakat berharap Pilkades Serentak itu berjalan sukses. Jika terjadi sesuatu maka aturannya jelas. Garis koordinasi pun akan jalan sehingga mudah ditangani, hal-hal krusial yang menjadi aksentuasi sosialisasi, yakni agar warga memegang teguh pada persyaratan yang sudah ditetapkan dalam Perbup.

Tidak ada toleransi bagi yang tidak memenuhi salah satu persyaratan dari dua puluhan syarat karena sifatnya adalah kumulatif dan bukan alternatif. Jika terjadi perselisihan dalam proses Pilkades Harusnya diselesaikan secara musyawarah mufakat agar tidak menimbulkan perpecahan dalam masyarakat desa,akan tetapi ada beberapa desa, musyarawah hanya dilakukan terhadap beberapa RT dan RW, serta panitia-panitia bertindak seolah-olah memihak membagi peran untuk memenangkan paket-paket tertentu sampai-sampai terjadinya mal administrasi tujuannya untuk membentengi diri caloncalon tertentu.

Itupun karena ruang Pilkades membutuhkan perhatian semua pihak. Calon kepala desa, tokoh adat, aparat keamanan dan masyarakat dihimbau agar menjaga suasana jelang Pilkades. Calon kepala desa untuk mengikuti proses dan seleksi sesuai Perbup 31 Tahun 2022 yang kini sudah diperbaharui dengan Perbup Nomor 45 Tahun 2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pilkades di kabupaten Malaka.

Berlakunya Undang-undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa merupakan tonggak penguatan pelaksanaan pemerintahan di tingkat desa, dimana desa sebagai unit pelaksanaan pemerintahan terendah di berikan kekuatan didalam mengurus dan menggali potensi yang di miliki oleh wilayahnya.

Desa sebagai wilayah otonom harus dapat mengurus dan melaksanakan pemerintahannya sendiri, mulai dari pemilihan kepala desa sampai kepada pola penggalian potensi wilayah yang di miliki sebagai bagian pelaksanaan kesejahteraan di tingkatan desa.

Salah satu upaya untuk membangun kapasitas desa adalah dengan peningkatan kualitas aparatur sumberdaya pemerintahan desanya, yang mana salah satunya kepala desa. Namun, ada hal yang di dapatkan dari hasil observasi di lapangan, bahwa proses pencalonan kepala desa di beberapa tempat dalam mengalami disorientasi demokrasi lokal, tindakan-tindakan ini mengandung beragam soal. Di dalamnya para pihak berkepentingan menyasar pilkades sebagai gelanggang politik yang harus direbut, sehingga cara-cara kotor dan licik tetap dipakai untuk merebut kekuasaan.***

(Penulis: Oktovianus Seran, S.Ip,.M.Si Pengamat Tata Kelola Pemilu)

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

No More Posts Available.

No more pages to load.