Kupang,HRC- Berbagai tudingan dan kritik hingga HOAX terkait kondisi PT Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur atau Bank NTT memantik Prof. Ir. Fredrik L. Benu, MSi, PhD, yang pernah menduduki jabatan sebagai Komisaris Independen Bank NTT (periode 2009-2013 dan 2014-2017), angkat bicara.
Dan saat ditemui di kantornya, di Laboratorim Lahan Kering Undana, Penfui, akhir pekan kemarin, Prof Fred Benu, demikian disapa, mengurai fakta-fakta terkait kondisi terkini dari kebanggaan masyarakat Flobamorata ini.
“Saya mau bicara tentang kinerja Bank NTT. Laba Bank NTT ini kalau kita mau lihat sejak 2019 itu laba bersihnya menurun. Tahun 2019 itu Rp. 236.475.000, dan tahun 2020 jadi Rp 236.289.000 atau turun sekitar 186 juta. Dan tahun 2021 juga turun. Kita masih tunggu laba di tahun 2022,” tegas Profesor Fred Benu.
“Mari kita bedah ini secara lebih detail. Penurunan itu adalah sebuah kenyataan dan kritik itu juga kita terima. Tapi kita harus melihat kenapa harus turun. Tiga tahun terakhir, semua tahu, perekonomian nasional sedang terpuruk karena dilanda pandemi. Semua sektor terpukul termasuk perbankan. Bukan hanya Bank NTT sehingga penurunan itu bisa kita maklumi,” sambung Rektor Undana dua periode yakni periode 2013-2017 dan 2017-2021 ini.
Baca juga :
Kisah Sukses UMKM di Labuan Bajo, Omzet Ratusan Juta, Transaksi Pakai M Banking Bank NTT
Salah Satu dari 10 Pemegang Saham Terbesar Support Penuh Digitalisasi Sistem Keuangan Desa Bank NTT
Doa Tulus Agen M Banking di Perbatasan RI-Timor Leste untuk Bank NTT
Ketika ada pihak yang mengkritik, sebagai akademisi, Profesor Fred Benu melihat itu sebagai sesuatu yang wajar. Harus diterima secara positif walau ada fakta pandemi yang perekonomian khusus sektor perbankan terganggu. Namun dia mau mengajak semua pihak untuk secara arif melihat, bahwa kehadiran Bank NTT itu mengemban dua fungsi. Yakni fungsi ekonomi dan kedua, fungsi sosial.
“Kita tidak bisa saja menekankan dia untuk pencapaian target-target ekonomi dengan mengabaikan target sosial dalam pelaksanaan fungsi intermediasi bank. Contohnya dia juga harus mengalokasikan dana pihak ketiganya untuk kredit sektor UMKM. Kita tahu bahwa di sektor ini kita tidak bisa mematok NIM (net interest margin) yang besar,” terang Profesor Fred Benu lagi.
“Karena ini kan pelaku usaha mikro kecil dan menengah sehingga margin keuntungan yang diperoleh sektor UMKM ini kecil dibanding kredit yang kita salurkan untuk kredit konsumsi dan kredit investasi serta kredit modal kerja. Itu kita bisa peroleh laba yang tinggi. Kalau fungsi intermediasi bank, yang melaksanakan fungsi sosial bank, ini kita tidak bisa mematok laba yang tinggi,” tambah Profesor Fred Benu.
Bahkan menurutnya lagi, walau ada penurunan laba, namun semua harus jujur melihat bahwa dari sisi fungsi intermediasi bank untuk sektor UMKM, Bank NTT sudah melaksanakannya dengan sangat baik. “Kita lihat sekarang Bank NTT itu menyalurkan kredit untuk ekosistem pertanian, peternakan, itu semua dibangun oleh Bank NTT dan kita perlu mengapresiasi itu. Menyalurkan kredit untuk sektor pertanian yang adalah sektor UMKM. Sekali lagi kita perlu mengapresiasi itu. Kalau kita lihat sektor UMKM ini tumbuh cukup banyak disini dengan mendukung program-program pemerintah,”tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa Bank NTT selain menyiapkan modal, juga memfasilitasi agar Bumdes terlibat di dalamnya bahkan Bamk NTT juga menyiapkan pasar, sarana produksi dan ini adalah sebuah fungsi intermediasi yang baik. Dan dengan peran tanggungjawab sosial ada di dalamnya, tentu kita tidak bisa menggenjot pendapatan yang tinggi dari Bank NTT. Sehingga peran serta Bank NTT dalam fungsi sosial di masa-masa sulit, mesti diapresiasi walaupun pendapatannya menurun.
“Saya tidak perlu memuji dan mengatakan selamanya Bank NTT baik karena ada beberapa fakta mengenai laba, ROA, ROE yang memang harus kita kritisi. Memang menurun karena pendapatan menurun,” terangnya.
Di samping krisis jelasnya, juga karena Bank NTT mulai ekspansi ke sektor digital yang mana kita tak bisa berharap banyak kalau tidak size-nya diperbesar. Demikian juga NIM. Pada 2021 itu hanya 6,53 % tetapi pada 2022 ini sudah naik 7,65 %.
“LDR juga naik itu kurang bagus karena itu berarti kinerja dana kita tidak cukup baik sehingga tidak tersedia cukup uang untuk kita memberikan loan dan mesti diturunkan lagi. Jika kita liat BOPO, sebenarnya turun. Pada 2021 itu 82,80 % dan pada tahun 2022 yang sebentar akan RUPS ini 80 %. Ini sangat baik,”tegasnya.
“Sedangkan NPL (Non Performing Loan), juga kita lihat itu dari 2,56 menjadi 2,63%. Itu juga kurang baik. Dari sejumlah indikator ini, namun harus diketahui bahwa pada 2022 ini baru saja kita recovery sehingga kita berharap kinerja 2022 yang akan diukur dalam RUPS di 2023 ini mungkin ada sedikit perbaikan,” katanya.
Salah satu yang harus dilihat di 2023 ini, khusus pemegang saham, mari fokus pada pemenuhan modal inti minimum yang Rp 3 triliun. Karenanya, dia pun berharap kepada semua pihak untuk mendukung bank ini karena bank ini adalah bank milik masyarakat NTT yang punya tanggungjawab ekonomi juga ada tanggungjawab sosial.
Profesor Fred Benu melihat Pemprov NTT dan Pemkab/kota memiliki komitmen sehingga bisa memenuhi modal inti minimum Rp 3 triliun seperti yang dipatok oleh OJK. Dan di tahun 2023 ini dilakukannya reenginering proses bisnis kredit khususnya di sektor UMKM.
“Karena kredit ke sektor UMKM itu menolong banyak orang. Waktu resesi kemarin sektor ini yang bertahan. Karena itu saya berterimakasih karena Bank NTT juga ikut perhatikan sektor UMKM. Yang menjadi fondasi perekonomian daerah. Tanggungjawab ada di pengurus yakni direksi. Mari kita kawal baik-baik,” ujar Profesor Fred Benu.
Tak hanya itu, dia pun berharap agar komisaris sebagai wakil dari pemegang saham pun dapat menjalankan fungsinya secara baik dan jangan masuk ke hal-hal teknis sehingga direksi tidak terganggu.
Dan dia berharap agar di tahun 2023 ini, Bank NTT juga harus memperhatikan layanan-layanan digital yang jika jujur dilihat, hari ini Bank NTT sudah memiliki banyak kemajuan, ada banyak inovasi layanan. “Walaupun kita juga perlu memperhatikan segala mekanisme sehingga kita tidak perlu mendapapat teguran dari regulator,”tegasnya.
Secara jujur dia melihat, perkembangan Bank NTT dari tahun ke tahun, sudah cukup baik, jauh berbeda jika dibanding dengan masa-masa dia memimpin. Diakui bahwa hal ini dikarenakan dulu organisasinya berbeda dengan saat ini. “Pengurusnya sudah berkembang, beda dengan dulu yang digabung antara dana dan kredit. Sekarang sudah dipisah sehingga kinerjanya lebih baik. Kalau soal inovasi, saat ini jauh berkembang. Kalau soal tingkat resiko, saya lihat relatif sama,”ungkapnya.
Ia mengajak semua pihak agar jangan menutup mata terhadap inovasi-inovasi layanan yang sudah dilakukan saat ini. Kalau mau jujur melihat, digitalisasi pelayanan di Bank NTT sangat bagus. Misalnya dalam Festival Desa Binaan Bank NTT itu setiap daerah memiliki agen sebanyak ribuan orang. Dan itu inovasi yang hebat.
“Produk-produk inovasi lainnya, yang saya bilang ekosistem pertanian peternakan terintegrasi, itu dikaitkan dengan TPID, tim ketahanan pangan daerah. Ada layanan jasa keuangan, ada Bank NTT yang bekerjasama dengan lembaga asuransi kesehatan dan asuransi tenaga kerja. Asuransi atas kredit yang disalurkan, asuransi gagal panen, asuransi ternak. Ada peran stake holder yang dimainkan disini sehingga ada warga yang tergabung dalam Bumdes dan sebagainya,” beber Profesor Fred Benu.
“Saya lihat inovasi IT, ada 249 ATM, 400-an mesin EDC, ada 13.867 merchant QRIS, 140 merchant Laku Pandai, 3 unit money changer, 8 unit kas titipan BI, ada 53 unit Lopo Di@ Bisa. Itu inovasi-inovasi yang sampai ke tingkat bawah dan masyarakat sangat terbantu. Manakala fungsi intermediasi bank tidak jalan karena pelaku UMKM tidak punya budaya untuk tidak datang ke bank maka bank yang harus datang turun ke bawah. Inovasi-inovasi ini dulu di kita tidak ada. Dulu hanya ada EDC dan tidak sampai 100. Begitu juga ATM tidak sebanyak sekarang,” katanya.
Dan ekspansi seperti inilah yang menurutnya membuat sehingga dalam melaksanakan fungsi sosialnya, kita tidak bisa memaksa bank mencari laba yang tinggi. “Inilah bentuk apresiasi saya kepada Bank NTT saat ini. Orang-orang hanya melihat labanya saja. Memang dari sisi ekonomi laba memang demikian tetapi di sisi lain, dia menjalankan literasi keuangan, membuka akses seluas-luasnya terhadap sektor UMKM,” jelasnya.
Dari data-data yang dipaparkan tersebut, Profesor Fred Benu berkesimpulan bahwa Bank NTT sedang dalam track yang baik. “Fungsi seperti itu walau kita memberi kritik bahwa laba, BOPO dan sebagainya, NIM yang masih tinggi, LDR yang tinggi, kita beri kritik. Tapi dia juga ada baiknya. Bank NTT sudah melaksanakan fungsi intermediasi bank kepada sektor UMKM yang menjadi fondasi perekonomian daerah ini dan bagi saya ini sangat-sangat strategis,”ungkap Prof Fred dengan nada serius.
Apalagi, sejarah mencatat bahwa ada banyak BUMD yang berdatangan dari berbagai pelosok tanah air untuk belajar dari Bank NTT, yakni digitalisasi layanan perbankan khususnya sektor UMKM.
“Dan harus kita akui bahwa itu kelebihan kita bahwa kita sudah maju sangat jauh dalam hal digitalisasi layanan perbankan. Dulu di jaman saya, tidak ada. Kita lebih banyak target ekonominya, sekarang terbalik. Ada orang yang menyoroti satu sisi, yakni laba, bahwa menurun, orang lain soroti sisi lain, dan saya soroti keduanya, bahwa ada yang turun namun jangan lupa, ada keberhasilan dari cara kerja pengurus yang sekarang,”pungkas Prof Fred. ***