Kupang,HRC- Lembaga pendidikan swasta terkhusus sekolah khatolik hadir membangun SDM Indonesia jauh sebelum Indonesia merdeka.
Hadirnya pendidikan di zaman Kolonial Belanda Dimana para misionaris Katholik diutus berkesamaan dengan tentara kerajaan guna menyebar luaskan wilayah kekuasaan sekaligus mendidik bangsa-bangsa yang tergolong dalam kelompok dunia ke tiga guna turut maju seperti bangsa-bangsa barat.
Sudah tentu mutu pendidikan, karakter dan disiplin sekolah swasta menjadi tolak ukur dan ciri khas yang dapat membedakan antara yang bukan sekolah swasta dan sekolah swasta.
Sekolah Menengah Atas Katholik (SMAK) Giovani Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur (Prov.NTT) merupakan salah satu sekolah swasta di NTT yang telah menorehkan sejarah prestasi pembangunan pendidikan di Republik ini terkhusus di NTT.
SMAK Giovani kini memasuki usia 66 Tahun dan sekolah ini cukup dikenal di masyarakat NTT terkait prestasi ilmu dan disiplin yang menjadi ciri khas.
Kepala sekolah SMAK Giovani Kota Kupang, Romo Drs.Stefanus Mau, PR ditemui media Independent Hak Rakyat diruang kerja,Senin (19/10/2021) mengatakan kiprah sekolah Katholik yang kini dipimpinnya adalah sekolah yang berkarakter, berdedikasi dan menjunjung tinggi nilai disiplin bagi siswa dan tenaga guru bergandeng-tangan dalam membangun SMAK Giovani menjadi sekolah yang berprestasi dalam ilmu, maju dalam disiplin, berkarakter dalam tata- cara dan perilaku hidup.
” Sebagai lembaga pendidikan tentunya ilmu menjadi prioritas dalam pencarian namun tidak kalah saing dengan karakter siswa harus dibangun sehingga bukan hanya pintar namun juga bijaksana” Jelas Romo Stef.
Menjawab media ini terkait informasi yang menyebar luas di masyarakat bahwa SMAK Giovani adalah sekolah elit yang sangat mahal dalam biaya pendidikan,tidak lain Romo Stef mengatakan khusus untuk biaya pendidikan di SMAK Giovani adalah sangat relatif murah dimana terdapat tiga kategori mulai dari maksimal Rp. 450.000.00 – Rp.100.000.00 per bulan/siswa.
” Benar bahwa ada issue hoax yang menyebar di masyarakat bahwa biaya sekolah kita sangat mahal namun hal ini adalah issue yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Yang benar adalah bahwa ada siswa yang hanya bayar Rp 100.000.00 per bulan dan untuk biaya pembangunan diangsur secara cicil sampai siswa yang bersangkutan tamat” Tegas Romo Stef.
Romo Stef menambahkan setiap anak NTT memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan di SMAK Giovani.
” Saya membuka pintu seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat NTT untuk menyekolahkan putera/i nya di SMAK Giovani. Bapak/ibu tidak perlu percaya apalagi takut terhadap issue miring bahwa biaya pendidikan SMAK Giovani sangat mahal. Issue itu tidak benar. Kami siap menerima siswa untuk bersekolah di SMAK Giovani” Himbau Romo Stef.
Sekolah dengan jumlah total siswa sebanyak 972 siswa ini yang didukung dengan tenaga pendidik dan kependidikan sebanyak orang dalam dukungan rill pemerintah provinsi NTT tidak lain Romo Stef mengatakan dari sisi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terdapat Rp.1.400.000.000.00 (1,4 Milyar) yang diperuntukkan bagi kegiatan sesuai petunjuk teknis (Juknis).
” sesuai jumlah siswa kita yang 900-an siswa kita oleh negara menyediakan dana sebesar Rp.1.400.000.000.00/tahun. Saya ucapkan terima kasih kepada pemerintah Provinsi, Pusat dan Daerah karena kami pun diperhatikan seperti sekolah-sekolah lainnya.” Ungkap Romo Stef.
Terkait kegiatan pembelajaran tatap muka terbatas hal senada juga disampaikan Wakasek Kurikulum Yoram Enggelina Koy, S.Pd. M.PKim bahwa pelaksanaan KBM tatap muka terbatas Pasca pandemic Covid-19 khusus di SMAK Giovani Kota Kupang sesuai anjuran dan rekomendasi Dinas Pendidikan Prov.NTT tidak lain dapat terlaksananya pembelajaran tatap muka dengan memberlakukan sistem shift dengan pembagian 50% bagi peserta didik.
” Kami dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan mentaati prokes secara ketat dan dapat berlaku shift yakni pemecahan peserta didik pada setiap Rombel hanya setangah dari siswa yang ada” Jelas Yoram.
Yoram menambahkan dalam pelaksanaan KBM terdapat pengurangan waktu pelajaran 10 menit dengan tidak ada sesi istirahat bagi siswa dengan alasan praktis dapat menghindari kontak fisik atau potensi kerumunan. (Frengco/Eshy)*