Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Lembata,Gewura Fransiskus Langobelen
Lembata,HRC- PARA “Umar Bakri” yang terzolimi memilih menyelesaikan “karut-marut” dengan mengadu ke DPRD Lembata. Pilihan berikutnya adalah upaya hukum lewat jalur hukum. Sebelumnya para guru, pahlawan tanpa tanda jasa ini sempat mengadu ke Dinas PKO Kabupaten Lembata
Hampir sepekan terakhir ini dunia pendidikan di Kabupaten Lembata dibuat heboh oleh kekisruhan yang melanda salah satu lembaga pendidikan milik yayasan. Pemecatan sejumlah guru yayasan ini merembet ke hal lain. Misalnya, para “Umar Bakri” yang terzolimi memilih menyelesaikan “karut-marut” ini dengan mengadu ke DPRD Lembata. Pilihan berikutnya adalah upaya hukum lewat jalur hukum. Sebelumnya, para guru yang rata-rata sudah lama mengabdi ini sempat mengadu ke Dinas PKO Kabupaten Lembata.
Pemecatan para guru ini disesalkan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lembata, Gewura Fransiskus Langobelen.
Kepada HRC, Gewura mengatakan, mustinya pihak yayasan memiliki cara bijak untuk mengurai benang khusut apabila terjadi masalah interen, agar tidak merumahkan para guru ditengah situasi yang konon banyak guru negeri yang mengabdi pada sekolah swasta ditarik kesekolah lain apalagi pemecatan ini semata hanya karena para guru dimaksud dipandang tidak taat asas, sesuatu yang sebenranya bisa dilakukan dengan komunikasi kekeluargaan .
.
Pemecatan ini menurut Gewura mencoreng citra pendidikan Indonesia; juda di Kabupaten Lembata dan membuat pendidikan disekolah itu berjalan pincang karena ketiadaan guru.
“Saya menerima banyak keluhan dari orang tua wali murid disekolah swasta itu. Mereka melihat jalannya pendidikan disekolah itu pincang karena ketiadaan guru,”tegas Gewura, Jumad, (13/8/22).
Mantan Kepala SMP Swasta Ampera Waipukang-Ile Ape ini selanjutnya mengatakan dalam beberapa hari belakangan ini, ada persoalan sekolah swasta dimana banyak guru yayasan yang diberhentikan sepihak oleh yayasan sehingga menimbulkan pro kontra diinternal sekolah.
Putra Langobelen ini juga mengatakan, persoalan ini sebenarnya juga menjadi bagian dari tanggung jawab komite sekolah.
“Tetapi yang terjadi di sekolah itu, pihak komite memilih tak bersuara lantaran kewenangannya terbatas. Mestinya komite sekolah menjadi pihak yang turut serta menjamin keberlangsungan sekolah,” tutur Gewura.
Gewura menambahkan sebenarnya telah ada upaya solutif yang diinisiasi kepalah sekolah dengan melakukan mediasi mengandalkan ketua komite tetapi berujung kekecewaan karena para pihak yakni yayasan dan guru-guru yang diberhentikan kukuh pada prinsip masing-masing akhirnya persoalan ini dibawa ke Dinas PKO untuk dimediasi untuk mencari titk temu agar anak anak didik tidak dikorbankan.
“Hingga kini langkah apa yang paling tepat menyelesaikan persoalan dimaksud sepertinya belum memberi tanda-tanda berakhirnya kemelut sekolah dimaksud,” tuturnya .
Kasus inipun menyulut keprihatinan sejumlah pihak terutama lembaga perwakilan rakyat. Dalam berbagai kesempatan sidang, baik sidang paripurna maupun sidang konsultasi dan Rapat Banmus DORD Lembara terus memberikan suara kritis soal kekurangan guru di Lembata, teristimewa sekolah sekolah swasta.
DPRD Lembata minta kepada pemerintah supaya sebaiknya sekolah sekolah swasta katolik ini di Negrikan dengan alasan yang cukup mendasar bahwa tenaga pendidik dan kependidikan disekolah swasta sangat sangat terbatas dan diperparah lagi dengan keterbatasan sarana prasarana yang sangat minim.
“Kita tidak bisa berharap banyak kalau pada akhirnya out put pendidikan di sekolah itu menghasilkan out put yang berkualitas,”tegas Gewura .
Namun Gewura Fransiskus mengajukan pertanyaan retoris yang, apakah dengan menegrikan sekolah swasta dapat mengurai benang kusut permasalahan yang tengah dihadapi sekolah swasta ?
Menurutnya, jawaban atas persoalan ini tidak semudah membalikan telapak tangan karena urusan pendidikan adalah urusan mendasar urgen namun tidak statis dimana pemerintah pusat sudah berpikir solutis dan jauh-jauh sebelumnya sebagai langkah antisipatif sekaligus merupakan salah satu alternatif solutis .
Gewura menyodorkan Permendikbud Nomor 3 tahun 2019, Lampiran A point 2 huruf k disampaikan bahwa Pemerintah daerah dan penyelenggara sekolah harus memastikan penggabungan sekolah yang muridnya kurang dari 60, bahkan tersiar kabar bahwa pemerintah di tahun 2022 ini akan menghentikan Bos bagi sekolah sekolah yang muridnya kurang dari 60.
Hal ini menurut Gewura sesuai Permendikbud No 8 Tahun 2020 dan Permendikbud No 6 tahun 2021 yang tak lain merupakan realisasi dari kebijakan yang diturunkan Permendikbud tahun 2019 ( masa persiapan ) bagi sekolah sekolah disetiap tingkatan harus merjer / bergabung dengan sekolah sekolah terdekat.
Menurut Gewura, peraturan ini memang sangat diskriminatif, dan bertentangan dengan konstitusi UUD tahun 1945, yang menyatakan bahwa, Pemerintah Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan Umum ,mencerdaskan kehidupan bangsa .
Pertanyaan Gewura Fransiskus, apakah Dinas PKO sudah mendata dan menginventarisir berapa sekolah yang muridnya dibawah 60 untuk semua tingkatan sekolah di kabupaten Lembata atau berapa banyak sekolah yang perlu merjer atau bergabung sesuai jenis dan tingkat sekolah kemudian kebijakan pemerintah di daerah ini dalam menyikapi persoalan ini jika saja aturan ini benar-benar diberlakukan ditahun 2022 ini ?.
Gewura Langobelen selanjutnya mengatakan, warning Mendikbudristek, Permendikbud no . 3 tahun 2019 tentang petunjuk teknis bantuan operasional sekolah reguler Lampiran BAB III, huruf A angka 2, huruf k, diatur bahwa pemerintah daerah dan masyarakat penyelenggara Pendidikan, sesuai dengan kewenangannya harus memastikan penggabungan sekolah sekolah selama tiga tahun berturut turut, terlebih memiliki peserta didik kurang dari 60 peserta didik dengan sekolah sederajad terdekat, kecuali sekolah dengan kriteria sebagaimana tertera pada huruf i, sampai dengan dilaksanakan penggabungan, maka sekolah tersebut tidak dapat menerima dana BOS .
Menurut Gewura, Kabupaten Lembata termasuk beruntung karena tidak termasuk dalam kelompok pemberlakuan aturan ini, karena Kabupaten Lembata tergolong kabupaten Tertinggal dan Terluar bahkan Terisolir menurut kaca Mata Pemerintah Pusat .
“Tetapi ini pantas sebagai bahan refleksi dan pertimbangan pemerintah dalam menentukan kebijakan lokal internal dalam rangka mengatasi persolan pendidikan di tanah Lepanbatan satu pulau ini,”tegas Gewura. (Sabatani)